Kamis, 09 April 2009

PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)

KATA PENGANTAR


Dengan mengucap puji dan syukur pada Dzat yang Maha Rahman dan Rahim, karena berkat hidayah dan inayah-Nya, bahan-bahan laporan hasil kegiatan praktik lapangan di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang dapat kami selesaikan.

Dalam menyusun bahan-bahan ini, kami menyadari masih terdapat kekurangan, tiada lain karena keterbatasan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, mohon maaf yang sebesar-besarnya, mudah-mudahan Tuhan SWT mengampuni segala kekhilafan kita semua.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang telah memberikan materi pada masa perkuliahan berlangsung yang manfaatnya bisa diaflikasikan dalam kegiatan praktik ini. Dan pada kesempatan ini pula, kami mengucapkan terimaksih kepada :

1. Bapak Khoroni, Spi. Msi. selaku Kepala Departemen Perikanan Budidaya PPPPTK/P3G Pertanian dan penanggung jawab bidang peminatan akuakultur program Diploma IV Guru Kejuruan Pertanian.
2. Bapak Dede Suhendar selaku kepala BPBPLAPU Karawang yang telah menerima kami untuk melakukan praktik lapangan.
3. Bapak Yusuf selaku Kepala Tata Usaha yang selalu memberikan arahan dan dukungannya.
4. Bapak Adang Solihin selaku pembimbing lapangan dalam bidang budidaya Udang Vanamei, udang windu dan bandeng.
5. Bapak Eddy Supriady selaku pembimbing lapangan dalam bidang budidaya rumput laut.
6. Bapak Iwan Riswan selaku pembimbing lapangan dalam bidang budidaya udang galah.
7. bapak Eddy Sutrisno selaku pendamping dari Diploma Vedca Cianjur dalam praktik lapangan di BPBPLAPU.
8. Para staf dan teknisi BPBPLAPU yang telah memberikan arahannya dan memberikan sedikit pengalamamnya dilapangan dalam masa praktik berlangsung.
9. Seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan motivasi dan do’a.
10. Serta semua pihak yang telah membantu sehingga terlaksananya kegiatan magang serta terciptanya laporan ini.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati, bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, besar harapan penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca guna kesempurnaan dalam pembuatan laporan selanjutnya.
Akhir kata Penulis sangat mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya serta Penulis sendiri khusunya.


Cianjur, Desember 2008


Kelompok 2


















DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR …………………………………………………
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
DAFTAR TABEL ………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………...............
B. Tujuan ……………………………………………………..............

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taksonomi Udang Vaname ………..............................................
B. Morfologi …………………………………………………………
1. Kepala (Thorax) …………………………….…………………
2. Perut (Abdomen) ……………………………………………...
C. Moulting ……………………………………………………….....
1. Proses Moulting ……………………………………………….
2. Faktor-Faktor Moulting ……………………………………….
3. Kegagalan Moulting dan Pencegahannya ……………………..
D. Tingkah Laku Makan ……………………………………………
E. Pigmentasi ………………………………………………………..

BAB 3. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat ……………………………………………..
B. Metode Praktek Pembesaran …………………………………..
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi …………………………....................
1. Latar Belakang ……………………………………….............
2. Lokasi ……………………………………..............................
3. Sumber Daya Alam …………………………….....................
B. Hasil …………………………………….....................................
C. Pembahasan ………………………………………………........
1. Persiapan Lahan .......................................................................
2. Pemilihan Benur ......................................................................
3. Penebaran Benur ......................................................................
4. Pemberian Pakan .....................................................................
5.Sampling ..................................................................................
6. Pemberantasan Hama Penyakit ................................................
7. Pengelolaan Kualitas Air ..........................................................
8. Pemanenan dan Penanganan Hasil ..........................................

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ………………………………..................................
B. Saran ……………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


DAFTAR TABEL


Tabel
1. Fase Moulting Udang Vaname Dewasa
2. Interval Moulting dan Penambahan Bobot Badan
3. Tabel Pemberian Pakan (Blind Feeding)
4. Jenis Hama Tambak Udang Vaname menurut Golongannya
5. Jenis dan Cara Pencegahan/Penanggulangan Hama



DAFTAR GAMBAR


Gambar
1. Udang Vaname
2. Bagian Kepala (Thorax)
3. Bagian Perut (Abdomen)
4. Pengangkatan Lumpur
5. Pengeringan Dasar Tambak
6. Proses Penebaran dan Pembakaran Jerami
7. Pemasangan Kincir Air
8. Pemasangan Jembatan Anco
9. Prosedur Aklimatisasi Benur
10. Pemanenan dengan Jala
11. Pemanenan dengan Sudu
















BAB 1. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Akuakultur merupakan sektor yang cukup produktif saat ini dan terus berkembang, dan produktivitasnya mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan pangan manusia. Komoditas akuakultur yang menjanjikan saat ini adalah udang vaname (Litopeneaus vannamei). Udang vaname memiliki beberapa nama, seperti whiteleg shrimp (Inggris), crevette pattes blances (Perancis), dan camaron patiblanco (Spanyol).

Udang vaname ini berasal dari perairan Amerika dan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Sampai saat ini komoditas ini sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dan dikembangkan oleh para petani dan pemerintah melalui suatu balai penelitian mengenai bagaimana cara budidaya tentang udang vannamei.

Permintaan udang jenis ini sangat besar baik pasar lokal maupun internasional, karena memiliki keunggulan nilai gizi yang sangat tinggi serta memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi menyebabkan pesatnya budidaya udang vaname.

Salah satu dari balai yang melakukan kegiatan budidaya udang vaname dalam usaha pembesaran adalah Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) Karawang. Balai ini tidak melakukan pembenihan udang vaname karena masih belum didukung oleh sarana dan prasarana untuk pembenihan, terutama untuk bangunan hatchery masih dalam tahap perencanaan dan tahap pembangunan. Oleh karena itu, balai ini hanya melakukan kegiatan pembesaran udang vaname saja yang dilakukan pada sebuah tambak. Proses pembesaran udang vannamei yang dilakukan di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) Karawang, pada mulanya tidak seperti yang diharapkan. Akan tetapi, setelah dilakukan terus menerus pada akhirnya jenis udang vaname ini dapat diadaptasikan dan dibesarkan menjadi lebih baik dan berhasil.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan praktikum tentang pembesaran udang vannamei di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut Air Payau dan Udang (BPBPLAPU), diantaranya sebagai berikut :

1. Mendapatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan pembesaran udang vaname secara sistematis.
2. Mengetahui sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan pembesaran udang vaname serta hal lain yang berkaitan erat dengan kegiatan pembesaran.
3. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan penalaran dalam berbagai aspek teknik usaha pembesaran udang vaname.
4. Mampu menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan dengan mengaplikasikannya ditempat praktek lapangan (turut aktif dalam proses pembesaran udang vaname).




BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


A. Taksonomi Udang Vaname
Udang vaname digolongkan ke dalam genus Penaeid pada filum Arthropoda. Ada ribuan spesies di filum ini. Namun, yang mendominasi perairan berasal dari subfilum Crustacea. Ciri-ciri subfilum Crustacea yaitu memiliki 3 pasang kaki berjalan yang berfungsi untuk mencapit, terutama dari ordo Decapoda, seperti Litopenaeus chinensis, L. indicus, L. japonicus, L. monodon, L. stylirostris, dan Litopenaeus vannamei.

Berikut tata nama udang vaname menurut ilmu taksonomi.

Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae Gambar 1. Udang Vaname
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei


B. Morfologi
Tubuh udang vaname dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Vaname memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang vaname sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut .
1) Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing).
2) Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas.
3) Organ sensor, seperti pada antena dan antenula.

1. Kepala (thorax)
Kepala udang vaname terdiri dari antena, antenula, mandibula, dan 2 pasang maxillae. Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Endopodite kaki berjalan menempel pada chepalothorax yang dihubungkan oleh coxa. Bentuk perioda beruas-ruas yang berujung di bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki ke-1, ke-2, dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4 dan ke-5). Di antara coxa dan dactylus, terdapat ruang yang berturut-turut disebut basis, ischium, merus, carpus, dan cropus. Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies Pennaeid dalam taksonomi.


Gambar 2. Bagian Kepala (Thorax)

2. Perut (abdomen)
Abdomen terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson.


Gambar 3. Bagian Perut (Abdomen)

C. Moulting
Genus Pennaeid mengalami pergantian kulit (moulting) secara periodik untuk tumbuh, termasuk udang vaname. Proses moulting berlangsung dalam 5 tahap yang bersifat kompleks, yaitu postmoulting awal, postmoulting lanjutan, intermoult, persiapan moulting (premoult), dan moulting (ecdysis) (Tabel 1). Proses moulting diakhiri dengan pelepasan kulit luar dari tubuh udang. Proses moulting sangat menentukan waktu ablasi (pengangkatan) induk udang di hatchery dan waktu panen yang tepat.

Tabel 1. Fase Moulting Udang Vaname Dewasa
Fase Lama Ciri-ciri
Postmoulting awal 6 – 9 jam
 Kulit luar licin, lunak, dan membentuk semacam membran yang tipis dan transparan.
 Udang berada did asar tambak dan diam.
 Lapisan kulit luar hanya terdiri dari epikutikula dan eksokutikula.
 Endoskutikula belum terbentuk.
Postmoulting lanjutan 1- 1,5 hari
 Epidermis mulai mensekresi endoskutikula.
 Kulit luar, mulut, dan bagian tubuh lain tampak mulai mengeras.
 Udang mulai mau makan.
Intermoult 4 – 5 hari
 Kulit luar mengeras permanen.
 Udang sangat aktiv dan nafsu makan kembali normal.
Persiapan (Moulting Premoult) 8 – 10 hari
 Kulit luar lama mulai memisah dengan lapisan epidermis dan terbentuk kulit luar baru, yaitu epitelkutikula dan eksokutikula baru dibawah lapisan kulit luar yang lama.
 Sel-sel epidermis membesar.
 Pada tahap akhir, kulit luar mengembang seiring peningkatan volume cairan tubuh udang (haemolymp) karena menyerap air.
Moulting ( ecdysis) 30 – 40 detik
 Terjadi pelepasan atau ganti kulit luar dan tubuh udang.
 Kulit udang yang lepas disebut exuviae.

1. Proses Moulting
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan moulting tergantung jenis dan umur udang. Saat udang masih kecil (fase tebar atau PL 12), proses moulting terjadi setiap hari. Dengan bertambahnya umur, siklus moulting semakin lama, antara 7 – 20 hari sekali.

Nafsu makan udang mulai menurun pada 1 – 2 hari sebelum moulting dan aktivitas makannya berhenti total sesaat akan moulting. Persiapan yang dilakukan udang vaname sebelum mengalami moulting yaitu dengan menyimpan cadangan makanan berupa lemak di dalam kelenjar pencernaan (hepatopankreas).

Umumnya, moulting berlangsung pada malam hari. Bila akan moulting, udang vaname sering muncul ke permukaan air sambil meloncat-loncat. Gerakan ini bertujuan membantu melonggarkan kulit luar udang dari tubuhnya. Pada saat moulting berlangsung, otot perut melentur, kepala membengkak, dan kulit luar bagian perut melunak. Dengan sekali hentakan, kulit luar udang terlepas.

Gerakan tersebut merupakan salah satu cara mempertahankan diri karena cairan moulting (semacam lendir) yang dihasilkan dapat merangsang udang lain untuk mendekat dan memangsa (kanibalisme). Udang vaname akan tampak lemas dan berbaring di dasar perairan selama 3 – 4 jam setelah proses moulting selesai.

2. Faktor – faktor Moulting
Moulting akan terjadi secara teratur pada udang yang sehat. Bobot badan udang akan berambah setiap kali mengalami moulting (Tabel 2). Faktor-faktor yang mempengaruhi moulting massal yaitu kondisi lingkungan, kejala pasang, dan terjadi penurunan volume air atau surut.

Tabel 2. Interval Moulting dan Penambahan Bobot Badan
Bobot (gr) Moulting (hari)
2 – 5 7 – 8
6 – 9 8 – 9
10 - 15 9 – 12
16 – 22 12 – 13
23 – 40 14 - 16
Sumber : Chanratcakool, 1995

a. Air pasang dan surut
Air pasang yang disebabkan oleh bulan purnama bisa merangsang proses moulting pada udang vaname. Hal ini terutama banyak terjadi pada udang vaname yang dipelihara di tambak tradisional. Di alam, moulting biasanya terjadi berbarengan dengan saat bulan purnama. Saat itu, air laut mengalami pasang tertinggi sehingga perubahan lingkungan tersebut sudah cukup merangsang udang untuk melakukan moulting. Oleh karena itu, di tambak tradisional tampak jelas karena air di tambak hanya mengandalkan pergantian air dari pasang surut air laut. Penambahan volume air pada saat bulan purnama dapat menyebabkan udang melakukan moulting.
Penurunan volume air tambak saat persiapan panen juga dapat menyebabkan moulting. Moulting sebelum panen bisa menyebabkan persentase udang yang lembek (soft shell) meningkat.

b. Kondisi lingkungan
Proses moulting akan dipercepat bila kondisi lingkungan mengalami perubahan. Namun demikian, perubahan lingkungan secara drastis dan disengaja justru akan menimbulkan trauma pada udang. Beberapa tindakan tersebut diantaranya terlalu sering mengganti air tambak, tidak hati-hati saat menyipon (membersihkan tambak), dan pemberian saponin yang berlebihan.

3. Kegagalan Moulting dan Pencegahannya
Proses moulting dapat berjalan tidak sempurna atau gagal bila kondisi fisioligis udang tidak normal. Kegagalan tersebut menyebabkan udang menjadi lemah karena tidak mempunyai cukup energi untuk melepas kulit lama menjadi kulit baru. Udang yang tidak melakukan moulting dalam waktu lama menunjukkan gejala kulit luar ditumbuhi lumut dan protozoa. Usaha pencegahan kegagalan bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti lebih sering mengganti air tambak.

D. Tingkah Laku Makan
Udang termasuk golongan omnivora atau pemakan segala. Beberapa sumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon), phytoplankton, copepoda, polyhaeta, larva kerang, dan lumut.

Udang vaname mencari dan mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor yan terdiri dari bulu-bulu halus (setae). Organ sensor ini terpusat pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antena, dan maxilliped. Dengan bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap, udang akan merespon untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan. Bila pakan mengandung senyawa organik, seperti protein, asam amino, dan asam lemak maka udang akan merespon dengan cara mendekati sumber pakan tersebut.

Untuk mendekati sumber pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit. Pakan langsung dijepit menggunakan capit kaki jalan, kemudian dimasukkan kedalam mulut. Selanjutnya, pakan yang berukuran kecil masuk kedalam kerongkongan dan oesophagus. Bila pakan yang dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di dalam mulut.

E. Pigmentasi
Pigmentasi atau perubahan warna kulit berhubungan dengan kesehatan udang. Warna kulit juga bisa digunakan sebagai acuan kualitas udang yang akan dipanen, seperti nilai gizi, kesegaran dan rasa. Warna udang dipengaruhi chromatophore yang terdapat pada sel-sel epidermis di dalam tubuh. Pigmen utama pada udang vannamei yaitu karotenoid yang dominan terdapat di eksoskeleton. Kadar karotenoid semakin berkurang seiring pertumbuhan udang akibat proses moulting. Namun demikian, kehilangan pigmen pada udang yang dibudidayakan dapat diganti dengan sumber karotenoid yang berasal dari pakan alam atau pakan pabrik.

Karotenoid udang menimbulkan warna merah, kehijauan, kecokelatan, dan kebiruan. Warna-warna tersebut dipengaruhi oleh lingkungan budidaya. Udang yang dibudidayakan dalam dengan tingkat kecarahan yang sangat tinggi dalam waktu yang lama akan berwarna kusam. Sebaliknya, udang yang dipelihara dalam air yang banyak mengandung lumut usus (enteromorpha) akan berwarna kehijauan. Kekurangan karotenoid pada udang vannamei bisa menyebabkab eksoskeleton tampak kusam dan pudar.

Beberapa penelitian menunjukan bahwa karotenoid merupakan provitamin A yang membentuk jaringan epidermis dan mukosa sehingga udang lebih tahan terhadap serangan bakteri dan jamur. Selain itu, karotenoid juga berfungsi untuk menjaga permeabilitas membran sel dan meningkatkan daya tahan tubuh (imunologi).




BAB 3.METODOLOGI


A. Waktu dan Tempat
Hari/ tanggal : 18 - 29 November 2008
Waktu : 08.00 WIB s/d selesai
Tempat : Tambak Udang Vannamei di Balai Pengembangan
Budidaya Laut Air Payau dan Udang (BPBPLAPU)
Karawang

B. Metode Praktek Pembesaran
Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini dilakukan dengan metode :
1. Mendapatkan informasi tentang fasilitas pembesaran udang vaname yang meliputi sarana utama dan sarana pendukung.
2. Melakukan dan mengikuti proses produksi dari kegiatan pembesaran udang vaname yang meliputi pemeliharaan induk, pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva dan kultur pakan alami.
3. Melakukan wawancara untuk memahami metode praktis dalam kegiatan pembesaran udang vaname.












BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Lokasi
1. Latar Belakang
Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) Karawang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di Lingkungan Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat.

BPBPLAPU Karawang berdiri pada tahun 1975 dengan nama Unit Pembinaan Budidaya Air Payau (UPBAP), kemudian berubah menjadi Balai Pengembangan Budidaya Air Payau (BPBAP) pada tahun 1998. Berdasarkan Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Barat Nomor 821.2/SK.860 G/Peg/2002 tanggal 2 Juli 2002 tentang alih tugas/alih jabatan di lingkungan Sinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, Maka UPBAP berubah manjadi Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang ( BPBPLAPU ) dengan status Eselon III.

Sebagai salah satu lembaga pengkajian, penerapan dan pengembangan teknologi perikanan ikan laut dan air payau, maka BPBPLAPU Karawang memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) yang telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Barat nomor 45 tahun 2002 tentang tugas pokok, fungsi dan rincian tugas Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkungan Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat yaitu melaksanakan sebagian fungsi dinas di bidang pengembangan budidaya perikanan laut dan air payau.

2. Lokasi
Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) terletak di jl. Raya cipucuk No.13 – 15, Dusun Sukamulya, Desa Pusaka Jaya Utara Kecamatan Pedes, Kabupatan Karawang dengan ketinggian 1 – 2 m diatas permukaan laut (dpl) pada surut rata – rata terendah.

3. Sumber Daya Alam
Dari awal pembentuknnya, instansi ini bernama Unit Pembinaan Budidaya Air Payau (UPBAP) mempunyai lahan dengan luas 15 ha denga rincian 12 ha merupakan lahan pertambakan, sedangkan 3 ha lainnya merupakan lahan perumahan dan perkantoran.

B. Hasil
Hasil yang didapatkan dalam kegiatan Pembesaran Udang Vaname (Litopeneaus vannamei) selama melakukan kegiatan praktik di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) Karawang sejak tanggal 18 November – 29 November 2008 adalah sebagai berikut.

Kegiatan yang dilakukan dalam Pembesaran Udang Vaname (Litopeneaus vannamei) :
1. Persiapan lahan.
2. Pemilihan benur.
3. Penebaran benur.
4. Pemberian pakan.
5. Sampling.
6. Pemberantasan hama penyakit.
7. Pengelolaan kualitas air.
8. Pemanenan dan penanganan hasil.

C. Pembahasan
Adapun pembahasan dari hasil praktikum pembesaran udang vannamei (Litopenaeus vannamei) di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut Air Payau dan Udang (BPBPLAPU), diantaranya sebagai berikut :
1. Persiapan Lahan
Persiapan lahan merupakan awal dari kegiatan pembesaran yang bertujuan agar produksi atau budidaya berjalan dengan baik. Persiapan lahan dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu pengangkutan lumpur, pengeringan, pembakaran jerami, pemasangan kincir, pemasangan jembatan anco, pengisian air.

Persiapan lahan yang kurang baik, akan meningkatkan resiko kegagalan produksi udang, karena siklus pathogen dalam tambak tidak terputus secara sempurna. Berikut ini merupakan tahapan – tahapan persiapan tambak di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut Air Payau dan Udang (BPBPLAPU), diantaranya sebagai berikut :

a. Pengangkutan Lumpur
Lumpur yang terdapat pada petakan merupakan limbah yang berasal dari pakan yang tersisa dan kotoran udang pada produksi terdahulu, biasanya lumpur mengumpul ditengah petakan hal ini disebabkan karena pengadukan oleh kincir.


Gambar 4. Pengangkatan Lumpur

Pengangkutan lumpur dilakukan setelah beberapa hari setelah panen agar lumpur tidak terlalu basah. Pengangkutan lumpur dilakukan dalam kondisi tanah kering total, terbelah-belah sehingga pada saat pengangkutan tidak sulit. Biasanya pengangkutan lumpur dilakukan bergantung pada kondisi alam dan target produksi, ada kalanya pengangkutan masih dalam keadaan standar untuk mengejar target produksi. Pada proses pengangkutan lumpur ini juga dilakukan pembenahan tanggul dan pematang agar tanggul dan pematang dalam kondisi baik saat digunakan dalam produksi.

Pengangkatan lumpur dilakukan dengan cara membolak-balikan tanah dasar tambak secara manual dengan menggunakan cangkul dimana tanah tersebut digunakan untuk pembenahan tanggul. Pengangkatan lumpur ini dilakukan pada tambak yang sudah lama beroperasi dan sudah banyak mengandung bahan organik, dari sisa pakan yang terbuang dan hasil feses udang.

b. Pengeringan
Pengeringan adalah pengeluaran air dari tambak hingga kandungan air tanah tambak mencapai 20 – 50%. Pengeringan dilakukan selama 10 hari atau sampai tanah terlihat retak-retak atau bergantung pada musim. Pengeringan bertujuan untuk memutus siklus hidup pathogen dengan cara menghambat sistem tranmisinya, menguapkan gas-gas beracun seperti H2S, dan membantu mikroba melakukan penguraian bahan organik.


Gambar 5. Pengeringan Dasar Tambak

c. Pembakaran Jerami
Tambak yang sudah kering, selanjutnya dilakukan penebaran jerami di seluruh dasar dan pinggir tambak secara merata. Setelah penebaran dilakukan sampai menutupi seluruh permukaan tambak, jerami tersebut dibakar sampai menjadi abu. Tujuan dari pembakaran jerami tersebut adalah agar bakteri-bakteri di dalam tambak ini mati, sehingga tidak ada bibit penyakit yang akan menyebabkan udang menjadi sakit. Perlu kita ketahui bahwa bakteri tidak dapat hidup pada suhu yang tinggi di atas 100 0C. Maka dari pada itu hal yang paling tepat untuk mengatasi bakteri adalah dengan cara pembakaran jerami.

Hasil dari pembakaran jerami tersebut akan menghasilkan abu yang dapat bermanfaat menjadi pupuk untuk kesuburan tanah dan juga membunuh hama-hama yang berada di sekeliling tambak.





Gambar 6. Proses Penebaran dan Pembakaran Jerami

d. Pemasangan Kincir
Pemasangan kincir dilakukan setelah pembakaran jerami. Jumlah kincir dalam 1 petak tambak dengan luas 4.600 m2 yaitu sebanyak 7 unit. Pengoperasian kincir dilakukan secara bergantian, yaitu 4 kincir selama 12 jam dan 3 kincir selama 12 jam juga. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan pada kincir tersebut.

Penggunaan kincir ditambak bertujuan untuk mensuplai kebutuhan udang akan oksigen terlarut (dissolved oksygen) dalam tambak. Perbandingan jumlah kincir yang akan digunakan dengan jumlah benur yang akan ditebar adalah 1 unit : 50.000 ekor.


Gambar 7. Pemasangan Kincir Air

e. Persiapan Tambak
Sebelum kegiatan pengolahan dasar tambak dilakukan hal pertama yaitu dilakukan pemasangan jembatan anco agar memudahkan dalam pemberian pakan dan pada waktu sampling.


Gambar 8. Pemasangan Jembatan Ancho

Setelah persiapan tambak selesai dan pembakaran jerami sudah sempurna, maka diisi air setinggi 10 cm agar kotoran-kotoran yang ada dalam tambak dapat terangkat dan dapat diserok. Lalu naikkan lagi ketinggian air sampai 30 cm. Setelah itu, pemberian probiotik Thiobacillus sp. sebanyak 5 liter dan bakteri Bacillus sp. sebanyak 20 liter yang diencerkan dalam 100 liter air. Setelah terbuat larutan probiotik lalu disebarkan secara merata ke dalam tambak. Agar penyebaran probiotik dapat merata ke seluruh tambak, maka digunakan kincir air.

Ketinggian air dalam tambak yaitu setinggi 60 cm, maka ketinggian air yang tadinya setinggi 30 cm ditambahkan. Air yang akan digunakan untuk media kelangsungan hidup udang di tambak, adalah air yang berasal dari laut yang sudah melalui petakan tandon. Fungsi utama dari tandon adalah untuk mengendapkan bahan-bahan organik sehingga dapat memperbaiki kualitas. Pemasukan air pertama kali dilakukan pada petak penampungan/ tandon 1 yang dialirkan dengan menggunakan pompa submersible 6”. Dimana pada petakan tandon pertama terdapat pohon bakau atau mangrove, yang berfungsi sebagai biofilter. Air dari tandon 1 dialirkan lagi ke tandon 2 melalui pipa saluran air, dimana pada tandon ini juga terdapat rumput laut (Glacilaria), dan ikan nila merah sebagai biofilter salah satunya untuk menyerap NH3, ¬¬dan sebagai suplai oksigen terlarut (Dissolved Oxygen). Kemudian air dari tandon 2 dilanjutkan ke tandon 3 melalui pipa paralon dimana pada pada saluran ini di pasang membran yang berfungsi sebagai alat pemecah DNA yang berasal dari alam. Alat ini mampu memecahkan DNA dari positif menjadi negatif. Air dari tandin 3 inilah yang yang akan dialirkan ke petak – petak pemeliharaan.

Petakan tambak yang akan ditebari benur harus bebas dari hama agar tingkat kelangsungan hidup udang dapat dicapai seoptimal mungkin (minimal 70%). Untuk itu, air tambak perlu disucihamakan dengan menggunakan pestisida organik yaitu samponin sebanyak 30 ppm kemudian air diaduk dengan pengoperasian kincir.





2. Pemilihan Benur
Persyaratan kualitatif benur yang dapat dilihat dan diuji adalah :
 Warna : warna tubuh transparan, kecoklatan atau kehitaman, punggung tidak berwarna keputihan atau kemerahan.
 Gerakan : gerakan berenang aktif, menentang arus, cenderung mendekat ke arah cahaya (fototaksis positif).
 Kesehatan dan kondisi tubuh : kondisi tubuh benur yang sehat setelah mencapai ukuran PL 10, organ tubuhnya lengkap, maxilla, mandibula, antenulla dan ekor membuka, hepatopankreas transparan, usus penuh dan gelap.
 Responsif terhadap rangsangan : benur akan menjentik menjauh dengan adanya kejutan atau jika wadah sampel benur diketuk, dan akan berenang mendekati sumber cahaya jika ada rangsangan cahaya, serta responsif terhadap pakan yang diberikan.

3. Penebaran Benur
Penebaran benur akan dilaksanakan pada pagi hari pukul 06.00 – 09.00 dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Benur akan mendapat lingkungan media penebaran yang kadar oksigen (DO)nya semakin membaik, penebaran sore hari akan sebaliknya yaitu akan menurunkan kadar oksigen terlarut dalam air tambak;
- Pengamatan terhadap benur yang baru disebarkan akan lebih mudah dilaksanakan.

Untuk mencegah tingginya tingkat kematian (mortalitas) benur pada saat dan setelah penebaran, dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu terhadap benur yang akan ditebar, baik aklimatisasi salinitas, suhu, maupun pH. Padat penebaran benur udang vaname yaitu 50 – 75 ekor/m2. Benur yang digunakan berasal dari Pangandaran.

Adapun prosedur kerja yang harus dilakukan untuk melakukan penebaran benih dengan cara aklimatisasi, diantaranya sebagai berikut :
 Lakukan penebaran pada pagi hari mulai pukul 05.00 WIB
 Apungkan kantong plastik benur dalam kondisi benur dalam kondisi tertutup ± 30 menit di dalam tambak
 Pasang pembatas (tali, bambu) di salah satu sudut tmbak agar kantong plastik tidak berhamburan
 Buka ikatan kantong plastik
 Ukur suhu, pH, serta kadar garam dari air media benur dan juga air media tambak
 Perbedaan salinitas tidak boleh lebih dari 5 ppt, suhu tidak boleh lebih dari 2 0C, dan pH tidak boleh lebih dari 0,5
 Masukan air tambak sedikit demi sedikit hingga perbedaan suhu, salinitas, dan pH tidak terlalu jauh dan relatif sama
 Masukan kantong plastik ke dalam baskom sebanyak 5 kantong untuk setiap baskom yang telah diberi lubang di dasar dan di bagian samping, amati benur yang telah ditebar kedalam tambak. Apakah benur merata ke semua areal tambak atau masih mengumpul di satu tempat
 Lalukan penghitungan sampling udang untuk mengetahui berapa jumlah udang yang ditanam setelah dikurangi kematian
 Padat penebaran udang vannamei adalah 50-75 ekor/ m2.
























Gambar 9. Prosedur Aklimatisasi Benur




4. Pemberian pakan
Berdasarkan spesifikasi teknologi yang akan diterapkan yaitu intensif, maka penyediaan pakan berasal dari pakan tambahan yang telah diolah dalam bentuk Fine crumble dan pellet. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan maupun skala laboratorium, pakan udang komersial di Indonesia mengandung protein minimal 30%. Lingkungan budidaya yang dikelola dengan baik sangat dinamis dan mampu menyediakan pakan alami bagi udang dalam tambak.

Pemberian pakan yang diberikan yaitu mempunyai nilai Feeding rate (FR) yaitu 3% dari total biomassa dan pemberian pakan dilakukan secara bertingkat tergantung dari umur udang. Frekuensi pemberian pakan yaitu 4 – 5 kali sehari yag dimulai pada hari pertama dengan dosis disesuaikan dengan ABW dan populasi udang selama pemeliharaan.

Tabel 3. Tabel Pemberian Pakan (Blind Feeding)
Umur Pakan (kg)
1-5 2
6-10 4
11-15 6
16-20 8
21-25 10
26-30 12
31-40 14

Program pemberian pakan tersebut bersifat fleksibel, dimana jumlah pakan dapat berubah – ubah tergantung pada tingkat nafsu makan udang. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan udang adalah: (1) kondisi tanah dasar tambak; (2) kualitas air; dan (3) tingkat kesehatan udang. Secara praktis, tingkat nafsu makan udang dapat diketahui dengan pengontrolan anco yang dilakukan setiap 1 dan 2 jam setelah pemberian pakan.


5. Sampling
Kegiatan sampling pertama akan dilakukan pada saat udang mencapai umur 40 hari pemeliharaan di tambak. Sedangkan sampling berikutnya dilakukan 10 hari sekali dari sampling sebelumnya. Adapun maksud dilakukan sampling adalah untuk mengetahui kepadatan (populasi) udang, laju pertumbuhan, dan sekaligus sebagai dasar dalam menetapkan jumlah yang dibutuhkan oleh udang selama pemeliharaan.

Sampling dilakukan mengunakan jala tebar (Felling gear) seluas 4 m2 sebanyak 6 titik. Udang yang tertangkap segera dihitung dan ditimbang untuk menggetahui kepadatan dan berat rata – rata. Setelah itu, udang hasil sampling dikembalikan ke tambak pemeliharaan.

6. Pemberantasan Hama Penyakit
Hama yang bisaa ditemukan di tambak udang Vanname terdiri dari 3 (tiga) golongan, yaitu: pemangsa (predator), penyaing (kompetitor), dan pengganggu (lihat Tabel 4).

Hama merupakan salah satu faktor yang dapat mengganggu dan bahkan dapat mengancam kehidupan udang Vanname. Untuk itu, hama tersebut harus diantisipasi sedini mungkin agar tingginya mortalitas udang Vanname yang disebabkan oleh hama dapat ditekan serendah mungkin. Pencegahan dan penanggulangan hama dapat dilakukan dengan cara tertentu, tergantung pada jenis hama yang menjadi sasaran.

Tabel 4. Jenis Hama Tambak Udang Vanname menurut Golongannya
Golongan
Jenis Hama Spesifikasi
Predator:
a. Ikan


b. Ketam
c. Ular dan Belut

d. Burung


e. Manusia
Kakap (Lates calcalifer), Payus (Elops hawaiensis), Kuro (Polynemus sp), Kerong – kerong (Therapon sp), dan Keting (Arius maculates).
Kepiting bakau (Scylla serrata), ketam bulu (Sesarma sp).
Ular kadut (Cereberus rhynchops), dan Belut (Synbranchus bengalensis).
Blekok (Ardeola ralloides speciosa), Cangak (Ardea cinerea rectirostis), Pecuk Gagakan (Phalocrocorax carbo sinensis), dan Pecuk Ulo (Anhinga rufa melanogaster)
Pencuri.
Kompetitor:
a. Ikan Liar

b. Siput
c. Udang Liar
d. Ketam
Mujair (Tilapia mossambica), Belanak (Mugil sp), Pernet (Aplocheilus javanicus), Rekrek (Ambasis gynocephalus).
Trisipan (Cerithidea alata; C. quadrata; C. djadjariensis).
Udang api, jerbung, mentil, putih, peletok.
Ketam (Saesarina sp).
Pengganggu:
a. Udang Liar

b. Ketam
c. Penggerek
d. Siput
e. Manusia
Udang tanah (Thalassina anomala), Udang Kerongkong/ Pletok (Thalassina scorpionoides).
Ketam Bulu (Saesarina sp)
Remis (Teredo navalis)
Tritip (Balanus sp), Tiram (Classatrea sp)
Perusak


Tabel 5. Jenis dan Cara Pencegahan/Penanggulangan Hama
No. Jenis Hama Cara Pencegahan/ Penanggulangan
1.
2.
3.
4.
5. . Ikan Liar
Udang Liar
Ketam – ketaman
Siput dan Penggerek

Burung dan Manusia Pemberian pestisida organik (saponin).
Pemasangan saringan pada pintu pemasukan dan pengeluaran air secara ketat.
Pemasangan pagar plastik di sekeliling tambak.
Pemberian pestisida anorganik (Brestan 60 WP).
Memperketat penjagaan/pengotrolan.

Jenis penyakit yang sering ditemukan menyerang udang Vanname di tambak akhir – akhir ini adalah Bacterial White Spot Syndrome (BWSS), Taura Syndrome Virus (TSV), Fouling Disease (FD), Black Gill Disease (BGD), dan Infectious Hypodermal Hematopoeitic Necrosis Virus (IHHNV). Beberapa kasus membuktikan bahwa penyakit tersebut belum dapat ditanggulangi secara efektif sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan adalah preventif (pencegahan), seperti:
- Manajemen kualitas air secara teratur dan kontinyu;
- Monitoring dan pengelolaan tanah dasar tambak secara intensif;
- Ketepatan dalam pemberian pakan, baik jumlah, waktu, frekuensi jenis, ukuran, maupun kualitas pakan;
- Kepadatan penebaran benur dibatasi berdasarkan spesifikasi teknologi yang diterapkan; dan
- Mendeteksi adanya gejala serangan pathogen baik secara fisik (manual) maupun dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) di laboratorium secara teratur.

7. Pengelolaan kualitas air
Selama proses pemeliharaan dilakukan pengelolaan kualitas air untuk mencegah dan mengatasi adanya penurunan kualitas air. Jenis kegiatan yang dilakukan tergantung pada hasil monitoring. Monitoring kualitas air dilakukan 3 kali setiap sehari, yaitu pagi, siang, dan sore hari. Adapun kualitas air yang dimonitor meliputi salinitas, suhu, pH. Kecerahan, warna, kadar oksigen terlarut (DO), jenis plankton, dsb.

8. Pemanenan dan penanganan hasil
Pemanenana akan dilakukan setelah udang mencapai umur 120 hari pemeliharaan di tambak atau disesuaikan dengan laju pertumbuhan udang. Apbila berat rata – rata (ABW) telah mencapai standard permintaan pasar (30 ekor/kg) maka panen dapat dilaksanakan walaupun masa pemeliharaan belum mencapai 120 hari. Proses pemanenan akan dimulai pada malam hari sampai dini hari untuk mencegah hal – hal yang tidak diinginkan. Petak tambak yang akan dipanen dikuras airnya terlebih dahulu mengunakan pintu pengeluaran dan pompa submersible 6”. Setelah air tambak mencapai 50% dari volume semula maka udang segera ditangkap menggunakan jala lempar (felling gear) dan sudu. Kemudian udang ditampung ke dalam wadah yang telah disiapkan sebelumnya.


Gambar 10. Pemanenan dengan Jala


Gambar 11. Pemanenan dengan Sudu
Sejalan dengan penangkapan udang menggunakan jala lempar dan sudu, pengurasan air tambak terus dilakukan sampai tambak menjadi kering. Setelah itu, sisa udang yang masih dalam tambak segera dikumpulkan menggunakan tangan kosong (ngegogo). Udang hasil panen langsung dicuci dengan air bersih kemudian direndam dalam wadah tertentu (fibreglass) yang telah diisi dengan air es. Setelah itu, udang disortir (dikelompokkan berdasarkan ukuran) kemudian ditimbang dan dipasarkan.




BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil kegiatan praktikum pembesaran udang vannamei (Litopenaes vannamei) di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut Air Payau dan Udang (BPBPLAPU), diantaranya sebagai berikut :
1. Kegitan pembesaran Udang Vaname meliputi :
a. Persiapan tambak.
b. Pemilihan benih.
c. Penebaran benih.
d. Sampling udang vaname di tambak.
e. Monitoring kesehatan.
f. Pemberian pakan.
g. Monitoring lingkungan.
h. Panen dan pasca panen.
2. Pembesaran udang vaname dapat dilakukan pada tambak yang intensif, semi intensif, maupun tambak tradisional.
3. Pada pembesaran udang vannamei secara intensif memiliki padat penebaran yang cukup tinggi yaitu 50-75 ekor/ m2, jumlah kincir yang digunakan lebih banyak dari tambak tradisional (7 buah), pemberian pakan yang digunakan cukup banyak dan lebih banyak dari pakan buatan, serta pengelolaan kualitas air yang intensif dibandingkan dengan pembesaran udang vannamei secara semi intensif dan tradisional.

B. Saran
Adapun saran yang dapat direkomendasikan dalam kegiatan praktikum pembesaran udang vannamei diantaranya sebagai berikut :
1. Pada kegiatan praktikum tentang pembesaran udang Vannamei di Balai Pengembangan Budidaya perikanan Laut air Payau dan Udang (BPBPLAPU), kurang efektif dikarenakan waktu yang digunakan untuk kegiatan praktikum sangat singkat, untuk itu maka diperlukan tambahan waktu agar diperoleh ilmu pengetahuan, dan keterampilan yang lebih banyak.
2. Minimnya informasi yang didapat agar dapat disampaikan secara jelas dan lengkap.
3. Untuk mempermudah proses pemanenan, sebaiknya dasar tambak dibuat dengan model gravitasi atau dasar lebih menjorok ke arah pintu pengeluaran air agar penggunaan pompa air tidak terlalu boros.
























DAFTAR PUSTAKA


 Haliman, Rubiyanto. W dan Dian Adijaya. 2006. Udang Vannamei. Jakarta : Penebar Swadaya.
 Kanna, Iskandar. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vaname Sistem Resirkulasi Semi Tertutup. Karawang : BPBPLAPU.
 Supriady, Eddy. 2008. Kupas Tuntas Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau, dan Udang Karawang. Karawang : BPBPLAPU.
 Standar Prosedur Operasional (SPO) Budidaya Udang Vannamei di Tambak BPBPLAPU Karawang. 2008.
 Standar Prosedur Operasional Pembesaran Udang Vannamei. 2007. Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

6 komentar:

  1. dpt data dr mana untuk udang vennamei untuk jenis di atas?

    BalasHapus
  2. mksdnya data literatur..

    BalasHapus
  3. Terimakasih mbak. Informasinya sangat bermanfaat bagi saya. Silakan juga kunjungi blog saya. pancadp.blogspot.com. Terimakasih

    BalasHapus
  4. Wah, cukup untuk menambah perbendharaan ilmu. Oya, bgmn cr mghilangkan residu bhn2 kimia dlm air tambak supaya cpt steril dan tdk membhayakn udang? Trmksh ats infonya.
    By.sigit

    BalasHapus
  5. Makasih bu, Sy jd pingin ternak vennamei.

    BalasHapus
  6. Makasih bu, Sy jd pingin ternak vennamei.

    BalasHapus