Kamis, 14 Mei 2009

PERANAN BATU APUNG

Bahan baku lempung pada industri keramik biasanya diambil dari tanah persawahan yang subur, sedangkan breksi batu apung tersebar di daerah perbukitan yang tandus. Penggunaan lempung sebagai bahan baku keramik mengkhawatirkan petani penggarap dan pemilik sawah dalam penyediaan pangan sehingga diperlukan alternatif pengganti pemakaian lempung yang diambil dari lahan persawahan. Tujuan utama penelitian ini ialah mengetahui perilaku fase mineral yang terbentuk setelah pembakaran. Secara khusus, hendak ditentukan fase mineral tertentu yang paling baik terhadap sifat fisik keramik teknik, serta seberapa jauh peranan bahan baku pengganti (breksi batu apung) pada pembentukan fase mulit atau kristobalit yang merupakan fase mineral utama pembentuk keramik. Pemakaian breksi batu apung sebagai bahan baku pengganti pada industri keramik dapat dikembangkan dengan mengetahui peranan breksi batu apung dan lempung serap pada pembentukan fase mulit atau kristobalit. Penambahan feldspar sebagai bahan pelebur (flux) pada badan keramik feldspar akan dapat menekan biaya pembakaran, terutama untuk menghindari pembentukan fase mineral mulit pada suhu tinggi.

Substitusi breksi batu apung terhadap lempung dengan suhu pembakaran 750oC dan penggunaan breksi batu apung 30%, lempung 60% dan pasir 10%, telah menghasilkan genteng keramik dengan mutu kelas III. Sifat rembesan air yang sangat penting dalam pembuatan genteng keramik berkorelasi dengan munculnya pori akibat susut bakar yang tidak sama antara bahan pengikat (lempung) dan bahan pengisi (sebagai silika pada pasir + breksi batu apung). Bahan pengisi cenderung membentuk kerangka (idealnya kristobalit) dan bahan pengikat membentuk fase mineral mulit yang mempunyai susut bakar relatif besar dengan naiknya suhu pembakaran.

Perbedaan susut bakar antara lempung sebagai bahan pengikat dan silika pada breksi batu apung sebagai bahan pengisi memungkinkan terjadinya pori. Semakin banyak silika yang akan membentuk kerangka dengan susut bakar yang lebih rendah, semakin banyak pori yang terbentuk pada pembakaran suhu tinggi, sehingga justru memungkinkan pembentukan saringan (filter) keramik. Secara umum, penelitian ini menghasilkan keramik teknik yang lebih ringan, lebih kuat, dan lebih murah. Densitas benda uji dengan 90% lempung dan 10% pasir ialah sekitar 1.72 g/cm3. Setelah disubstitusi dengan 30% breksi batu apung, densitas turun menjadi 1.57 g/cm3. Beban lentur pada substitusi 30% breksi batu apung dengan pembakaran 750oC ialah 51.03 kgf yang masih masuk dalam mutu genteng kelas III. Dengan demikian sudah ada efisiensi biaya pembuatan keramik teknik yang memenuhi syarat pada suhu rendah.

Selasa, 05 Mei 2009

IKAN MAS (Cyprinus carpio, L.)

PENDAHULUAN

Ikan mas (Cyprinus carpio, L.) merupakan spesies ikan air tawar yang sudah lama dibudidayakan dan terdomestikasi dengan baik di dunia. Di Cina, para petani telah membudidayakan sekitar 4000 tahun yang lalu sedangkan di Eropa beberapa ratus tahun yang lalu. Sejumlah varietas dan subvarietas ikan mas telah banyak dibudidayakan Asia Tenggara sebagai ikan konsumsi dan ikan hias.

Berdasarkan keanekaragaman genetik, ikan mas memiliki keistimewaan karena banyak strain/ras. Hal ini disebabkan karena: 1) penyebaran daerah asal mulai dari Cina sampai ke daratan Eropa sangat luas dengan keadaan lingkungan yang bervariasi dan secara geografis terisolasi, 2) daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan, 3) akumulasi mutasi dan 4) seleksi secara alami maupun oleh karya manusia (Hulata, 1995). Daya adaptasi yang tinggi juga menyebabkan ikan mas dapat hidup dalam ekosistem dataran rendah sampai dataran tinggi (sampai ketinggian 1800 m dpl.). Strain tersebut tampak dari keragaman bentuk sisik, bentuk tubuh dan warna. Beberapa strain yang sudah di kenal di tanah air diantaranya adalah Majalaya, Punten, Sinyonya, Domas, Merah/Cangkringan, Kumpai dan sebagainya (Hardjamulia, 1995).

Usaha pemeliharaan ikan mas makin berkembang, dengan ditemukannnya teknologi pembesaran secara intensif di KJA (karamba jaring apung) dan KAD (kolam air deras). Dengan demikian kebutuhan benih makin meningkat.

TEKNIK PRODUKSI IKAN MAS

A. Persiapan Kolam

Persiapan kolam untuk kegiatan pemijahan ikan mas antara lain peneplokan/perapihan pematang agar pematang tidak bocor (untuk kolam yang dindingnya terbuat dari tanah), meratakan dasar kolam dengan kemiringan mengarah ke kemalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu pengeluaran dengan paralon, pemasangan saringan di pintu pemasukan serta pengisian kolam dengan air. Pemasangan saringan dimaksudkan untuk menghindari masuknya ikan-ikan liar sebagai predator atau kompetitor yang dapat mempengaruhi kuantitas hasil produksi maupun kualitas benih yang dihasilkan.

B. Pembenihan

1. Pemeliharaan dan Seleksi Induk

Induk dipelihara di kolam khusus secara terpisah antara jantan dan betina. Pakan yang diberikan berupa pellet dengan kandungan protein 25%. Dosis pemberian pakan sebanyak 3% per bobot biomas per hari. Pakan tersebut diberikan 3 kali/hari.

Ikan betina yang diseleksi sudah dapat dipijahkan setelah berumur 1,5 - 2 tahun dengan bobot >2 kg. Sedangkan induk jantan berumur 8 bulan dengan bobot > 0,5 kg. Untuk membedakan jantan dan betina dapat dilakukan dengan jalan mengurut perut kearah ekor. Jika keluar cairan putih dari lubang kelamin, maka ikan tersebut jantan.

Ciri-ciri ikan betina yang siap pijah adalah: (secara sederhana)

  • Pergerakan ikan lamban
  • Pada malam hari sering meloncat-loncat
  • Perut membesar/buncit ke arah belakang dan jika diraba terasa lunak
  • Lubang anus agak membengkak/menonjol dan berwarna kemerahan

Sedangkan untuk ikan jantan mengeluarkan sperma (cairan berwarna putih) dari lubang kelamin bila di stripping.

2. Pemijahan

Dalam pemijahan, ikan dirangsang dengan cara membuat lingkungan perairan menyerupai keadaan lingkungan perairan umum dimana ikan ini memijah secara alami atau dengan rangsangan hormon. Sehubungan dengan hal itu, maka langkah-langkah dalam pemijahan ikan mas adalah :

  • Mencuci dang mengeringkan wadah pemijahan (bak/kolam)
  • Mengisi wadah pemijahan dengan air setinggi 75-100 cm
  • Memasang hapa untuk mempermudah panen larva di bak atau di kolam dengan ukuran 4 x 3 x 1 meter. Hapa dilengkapi dengan pemberat agar tidak mengambang.
  • Memasang kakaban di tempat pemihajan (dalam hapa). Kakaban dapat berupa ijuk yang dijepit bambu/papan dengan ukuran 1,5 x 0,4 m.
  • Memasukkan induk jantan dan betina siap pijah. Jumlah induk betina yang dipijahkan tergantung pada kebutuhan benih lepas hapa dan luas kolam yang akan digunakan dalam pendederan 1. Bobot induk jantan sama dengan induk betina namun dengan jumlah yang lebih banyak
  • Mengangkat induk yang memijah dan memindahkannnya ke kolam pemeliharaan induk

3. Perawatan Larva

Kakaban diangkat 3 hari setelah telur menetas atau setelah larva tidak menempel di kakaban. Pakan larva berupa suspensi kuning telur dengan frekuensi 5 kali per hari (satu telur untuk 100.000 ekor larva). Waktu perawatan larva ini selama 5 hari sehingga larva sudah tahan untuk ditebar di kolam.

4. Pendederan

Kolam yang akan digunakan untuk pendederan seharusnya sudah dipersiapkan sebelumnya. Padat tebar selama kegiatan pendederan tertera dalam Tabel 1dan 2.

C. Pembesaran

1. Pembesaran di KJA

Sistem pembesaran intensif antara lain dapat dilakukan dalam keramba Jaring Apung yang biasa dipasang di perairan umum. Pemilihan lokasi penempatan jaring dalam suatu perairan akan sangat menunjang berhasilnya proses produksi. Beberapa karakteristik perairan yang tepat antara lain a) Air bergerak dengan arus terbesar, tetapi bukan arus kuat, b) Penempatan jaring dapat dipasang sejajar dengan arah angin, c) Badan air cukup besar dan luas sehingga dapat menjamin stabilitas kualitas air, d) Kedalaman air minimal dapat mencapai jarak antara dasar jaring dengan dasar perairan 1,0 meter, e) Kualitas air mendukung pertumbuhan seperti suhu perairan 270C sampai 300C, oksigen terlarut tidak kurang dari 4,0 mg/l, dan kecerahan tidak kurang dari 80 cm.

Satu unit Keramba Jaring Apung minimal terdiri dari kantong jaring dan kerangka jaring. Dimensi unit jaring berbentuk persegi empat dengan ukuran kantong jaring 7 x 7 x 3 M3 atau 6 x 6 x 3 M3. Satu unit Keramba Jaring Apung terdiri empat set kantong dan satu set terdiri dari dua lapis kantong Bagian badan kantong jaring yang masuk kedalam air 2,0 sampai 2,5 meter. Kerangka jaring terbuat dapat dibuat dari besi atau bambu dan pelampung berupa steerofoam atau drum. Bahan kantong jaring berasal dari benang Polietilena.

Frekuensi pemberian pakan minimal dua kali per hari. Sedangkan cara pemberian pakan agar efektif disarankan menggunakan Feeding Frame yang dapat dibuat dari waring dengan mesh size 2,0 mm berbentuk persegi empat seluas 1,0 smpai 2,0 m2. Alat ini di pasang di dalam badan air kantong jaring pada kedalaman 30 sampai 50 cm dari permukaan air. Letak alat ini dapat ditengah kantong atau di salah satu sudutnya Gambar 1. Standar pemeliharaan benih dalam pembesaran di KJA tertera dalam Tabel 3.

Gambar 1. Feeding frame untuk efektifitas pemberian pakan

2. Pembesaran di KAD

Pemeliharaan ikan mas di kolam air deras harus mempertimbangkan beberapa hal antara lain lokasi dekat dengan sumber air (sungai, irigasi, dll.) dengan topografi yang memungkinkan air kolam dapat dikeringkan dengan cara gravitasi, kualitas air yang digunakan berkualitas baik dan tidak tercemar (kandungan oksigen terlarut 6-8 ppm) dan dengan debit air minimal 100 liter permenit.

Bentuk kolam air deras bermacam macam tergantung kondisi lahan, bisa segitiga, bulat maupun oval. Ukurannya bervariasi disesuaikan dengan kondisi lahan dan kemampuan pembiayaan. Umumnya KAD berukuran 10-100 m 2 dengan kedalaman rata-rata 1,0 - 1,5 meter. Dinding kolam tidak terkikis oleh aliran air dan aktivitas ikan . Oleh karena itu harus berkontruksi tembok atau lapis papan. Dasar kolam harus memungkinkan tidak daerah mati aliran (tempat dimana kotoran mengendap). Oleh karena itu kemiringan kolam harus sesuai (sekitar 2 - 5 %).

Padat tebar ikan ukuran 75 -150 gram/ ekor sebanyak 10 - 15 kg /m3 air kolam . Dosis pakan yang diberikan sebanyak 4% bobot biomass /hari. Frekuensi pemberiannya 3 kali/hari.

III. DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 1999. SN I01-6131-1999 (Produksi induk ikan mas Cyprinus carpio L. strain majalaya kelas induk pokok). Jakarta

Badan Standardisasi Nasional. 1999. SNI 01-6133-1999 (produksi benih ikan mas, Cyprinus carpio L. strain majalaya kelas benih sebar). Jakarta

Hardjamulia,A. 1995. system pengadaan stok induk ikan mas unggul. Makalah disampaikan pada pelatihan Pengelolaan Induk Ikan Mas di Balai Budidaya Air Tawar, tanggal 10-24 Desember 1995. 13 hal.

Hulata, G., 1995. A review of genetic improvement of the commom carp (Cyprinus carpio L.) and other cyprinids by crossbreeding, hybridization, and selection. Aquaculture 129:143-155

Sucipto, A. 2002. Budidaya ikan nila (Oreochromis sp.). Makalah disampaikan pada Workshop Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Himpunan Mahasiswa Akuakultur IPB, di Bogor tanggal 20, 21 dan 28 April 2002. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. 9 hal

BUDIDAYA IKAN CUPANG


Pendahuluan

Ikan Betta atau dengan sebutan populer ikan cupang (Betta Splendens) merupakan salah satu ikan hias yang mempunyai nilai komersial, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar ekspor. Sebagai ikan hias yang gemar berantem, mempunyai penampilan yang menarik yaitu mempunyai sirip yang relatif panjang dengan spektrum warna yang bagus sedangkan pada ikan betta betina penampilannya kurang menarik, karena siripnya tidak panjang dan warnanya pun tidak cerah sehingga pada ikan betta, jenis kelamin jantan lebih tinggi dibanding jenis kelamin betina. Dengan dasarnya itulah diperlukan upaya memperbanyak produksi ikan Betta jantan, yang dapat dilakukan secara masal.

Teknik Pemijahan dan Produksi

Pada induk jantan yang matang gonad warna siripnya lebih cerah sedang pada induk betina perutnya membuncit dan secara transparan, telur pada saluran pengeluaran dapat terlihat.

Pada prinsipnya pemijahan dilakukan secara berpasangan dalam setiap wadah yang terpisah (akuarium, ember atau dalam kotak-kotak yang ditempatkan didalam bak). Sebelum dicampurkan induk betina dimasukkan dalam botol agar tidak mengganggu jantan dalam membuat sarang busa. Sarang dibuat dengan cara mengambil gelembung udara dari permukaan dan melepaskannya ke bawah permukaan daun atau tanaman air yang mengapung dipermukaan air. Proses ini berlanjut berjam-jam dengan sesekali berhenti untuk makan.

Bila sarang telah siap, induk betina dikeluarkan dari botol, dicampurkan dengan jantan agar dapat memulai pemijahan. Pada saat pemijahan tubuh jantan menyelubungi induk betina membentuk huruf " U " dengan ventral saling berdekatan selama + 1 menit sampai mengeluarkan telur yang segera dibuahi sperma. Telur perlahan tenggelam dan akan segera diambil oleh induk jantan dengan mulutnya untuk selanjutnya diletakkan disarang busa. Proses pemijahan berlangsung selama + 1 jam dengan 20-25 tahap pemijahan yang sama. Ketika aktifitas pemijahan berakhir, induk betina dipindahkan dari tempat pemijahan untuk dikembalikan ke tempat pemeliharaan induk, namun sebaiknya lebih dulu dimasukkan dalam larutan metyline blue 2 mg/liter selama 24 jam untuk mengobati luka yang mungkin ada setelah pemijahan. Sedang induk jantan tetap pada wadah pemijahan untuk merawat dan menjaga telur sampai menetas. Dalam setiap kali pemijahan diperoleh telur sebanyak 1000-1500 butir. Selanjutnya pemeliharaan larva dan pendederan serta pembesaran dapat dilakukan pada wadah berupa bak tembok dengan pakan berupa cacing Tubifex sp. atau Chironomus sp. untuk siap dipasarkan.

Teknik Memperbanyak Ikan Betta Jantan

Ikan betta jantan mempunyai warna yang lebih cerah dan sirip-sirip yang lebih panjang dibanding ikan betta yang betina. Oleh karena itu ikan betta jantan lebih diminati konsumen dan mempunyai nilai komersial yang lebih tinggi dibanding yang betina. Sehubungan dengan itu perlu dilakukan teknik memperbanyak produksi ikan betta jantan dalam setiap kali pemijahan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian hormon androgen pada masa diferensiasi kelamin.

Teknik pemberian hormon tersebut adalah dengan cara meremdam telur ikan betta pada fase bintik mata ( + 30 jam setelah pemijahan ) kedalam larutan hormon 17 Alpa metiltestosteron dengan konsentrasi 20 mg/liter air selama 8 jam. Pembuatan larutan hormon tersebut adalah dengan cara melarutkan hormon sebanyak 20 mg ke dalam 1 ml alkohol 70 % dan selanjutnya dimasukan keair yang akan dipakai merendam sebanyak 1 liter.

Telur hasil perendaman dimasukkan kembali kedalam wadah yang berisi air dengan diberi larutan metyline blue untuk mencegah timbulnya jamur dalam proses penetasan. Tahap selanjutnya sama dengan prosedur pembenihan ikan betta sampai berumur tiga bulan untuk dapat dibedakan jenis kelaminnya. Diharapkan dengan pemberian hormon steroid tersebut dapat memperbanyak ikan betta jantan sampai dengan 95 % dalam setiap pemijahan.

BUDIDAYA LELE DUMBO

I. Pendahuluan.
Lele merupakan jenis ikan yang digemari masyarakat, dengan rasa yang lezat, daging empuk, duri teratur dan dapat disajikan dalam berbagai macam menu masakan.
PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) membantu petani lele dengan paket produk dan teknologi.

II. Pembenihan Lele.
Adalah budidaya lele untuk menghasilkan benih sampai berukuran tertentu dengan cara mengawinkan induk jantan dan betina pada kolam-kolam khusus pemijahan. Pembenihan lele mempunyai prospek yang bagus dengan tingginya konsumsi lele serta banyaknya usaha pembesaran lele.

III. Sistem Budidaya.
Terdapat 3 sistem pembenihan yang dikenal, yaitu :
1. Sistem Massal. Dilakukan dengan menempatkan lele jantan dan betina dalam satu kolam dengan perbandingan tertentu. Pada sistem ini induk jantan secara leluasa mencari pasangannya untuk diajak kawin dalam sarang pemijahan, sehingga sangat tergantung pada keaktifan induk jantan mencari pasangannya.
2. Sistem Pasangan. Dilakukan dengan menempatkan induk jantan dan betina pada satu kolam khusus. Keberhasilannya ditentukan oleh ketepatan menentukan pasangan yang cocok antara kedua induk.
3. Pembenihan Sistem Suntik (Hyphofisasi).
Dilakukan dengan merangsang lele untuk memijah atau terjadi ovulasi dengan suntikan ekstrak kelenjar Hyphofise, yang terdapat di sebelah bawah otak besar. Untuk keperluan ini harus ada ikan sebagai donor kelenjar Hyphofise yang juga harus dari jenis lele.

IV. Tahap Proses Budidaya.
A. Pembuatan Kolam.
Ada dua macam/tipe kolam, yaitu bak dan kubangan (kolam galian). Pemilihan tipe kolam tersebut sebaiknya disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Secara teknis baik pada tipe bak maupun tipe galian, pembenihan lele harus mempunyai :
Kolam tandon. Mendapatkan masukan air langsung dari luar/sumber air. Berfungsi untuk pengendapan lumpur, persediaan air, dan penumbuhan plankton. Kolam tandon ini merupakan sumber air untuk kolam yang lain.
Kolam pemeliharaan induk. Induk jantan dan bertina selama masa pematangan telur dipelihara pada kolam tersendiri yang sekaligus sebagai tempat pematangan sel telur dan sel sperma.
Kolam Pemijahan. Tempat perkawinan induk jantan dan betina. Pada kolam ini harus tersedia sarang pemijahan dari ijuk, batu bata, bambu dan lain-lain sebagai tempat hubungan induk jantan dan betina.
Kolam Pendederan. Berfungsi untuk membesarkan anakan yang telah menetas dan telah berumur 3-4 hari. Pemindahan dilakukan pada umur tersebut karena anakan mulai memerlukan pakan, yang sebelumnya masih menggunakan cadangan kuning telur induk dalam saluran pencernaannya.

B. Pemilihan Induk
Induk jantan mempunyai tanda :
- tulang kepala berbentuk pipih
- warna lebih gelap
- gerakannya lebih lincah
- perut ramping tidak terlihat lebih besar daripada punggung
- alat kelaminnya berbentuk runcing.
Induk betina bertanda :
- tulang kepala berbentuk cembung
- warna badan lebih cerah
- gerakan lamban
- perut mengembang lebih besar daripada punggung alat kelamin berbentuk bulat.

C. Persiapan Lahan.
Proses pengolahan lahan (pada kolam tanah) meliputi :
- Pengeringan. Untuk membersihkan kolam dan mematikan berbagai bibit penyakit.
- Pengapuran. Dilakukan dengan kapur Dolomit atau Zeolit dosis 60 gr/m2 untuk mengembalikan keasaman tanah dan mematikan bibit penyakit yang tidak mati oleh pengeringan.
- Perlakuan TON (Tambak Organik Nusantara). untuk menetralkan berbagai racun dan gas berbahaya hasil pembusukan bahan organik sisa budidaya sebelumnya dengan dosis 5 botol TON/ha atau 25 gr (2 sendok makan)/100m2. Penambahan pupuk kandang juga dapat dilakukan untuk menambah kesuburan lahan.
- Pemasukan Air. Dilakukan secara bertahap, mula-mula setinggi 30 cm dan dibiarkan selama 3-4 hari untuk menumbuhkan plankton sebagai pakan alami lele.
Pada tipe kolam berupa bak, persiapan kolam yang dapat dilakukan adalah :
- Pembersihan bak dari kotoran/sisa pembenihan sebelumnya.
- Penjemuran bak agar kering dan bibit penyakit mati.
Pemasukan air fapat langsung penuh dan segera diberi perlakuan TON dengan dosis sama

D. Pemijahan.
Pemijahan adalah proses pertemuan induk jantan dan betina untuk mengeluarkan sel telur dan sel sperma. Tanda induk jantan siap kawin yaitu alat kelamin berwarna merah. Induk betina tandanya sel telur berwarna kuning (jika belum matang berwarna hijau). Sel telur yang telah dibuahi menempel pada sarang dan dalam waktu 24 jam akan menetas menjadi anakan lele.

E. Pemindahan.
Cara pemindahan :
- kurangi air di sarang pemijahan sampai tinggi air 10-20 cm.
- siapkan tempat penampungan dengan baskom atau ember yang diisi dengan air di sarang.
- samakan suhu pada kedua kolam
- pindahkan benih dari sarang ke wadah penampungan dengan cawan atau piring.
- pindahkan benih dari penampungan ke kolam pendederan dengan hati-hati pada malam hari, karena masih rentan terhadap tingginya suhu air.

F. Pendederan.
Adalah pembesaran hingga berukuran siap jual, yaitu 5 - 7 cm, 7 - 9 cm dan 9 - 12 cm dengan harga berbeda. Kolam pendederan permukaannya diberi pelindung berupa enceng gondok atau penutup dari plastik untuk menghindari naiknya suhu air yang menyebabkan lele mudah stress.
Pemberian pakan mulai dilakukan sejak anakan lele dipindahkan ke kolam pendederan ini.

V. Manajemen Pakan.
Pakan anakan lele berupa :
- pakan alami berupa plankton, jentik-jentik, kutu air dan cacing kecil (paling baik) dikonsumsi pada umur di bawah 3 - 4 hari.
- Pakan buatan untuk umur diatas 3 - 4 hari. Kandungan nutrisi harus tinggi, terutama kadar proteinnya.
- Untuk menambah nutrisi pakan, setiap pemberian pakan buatan dicampur dengan POC NASA dengan dosis 1 - 2 cc/kg pakan (dicampur air secukupnya), untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tubuh karena mengandung berbagai unsur mineral penting, protein dan vitamin dalam jumlah yang optimal.

VI. Manajemen Air.
Ukuran kualitas air dapat dinilai secara fisik :
- air harus bersih
- berwarna hijau cerah
- kecerahan/transparansi sedang (30 - 40 cm).

Ukuran kualitas air secara kimia :
- bebas senyawa beracun seperti amoniak
- mempunyai suhu optimal (22 - 26 0C).

Untuk menjaga kualitas air agar selalu dalam keadaan yang optimal, pemberian pupuk TON sangat diperlukan. TON yang mengandung unsur-unsur mineral penting, lemak, protein, karbohidrat dan asam humat mampu menumbuhkan dan menyuburkan pakan alami yang berupa plankton dan jenis cacing-cacingan, menetralkan senyawa beracun dan menciptakan ekosistem kolam yang seimbang. Perlakuan TON dilakukan pada saat oleh lahan dengan cara dilarutkan dan di siramkan pada permukaan tanah kolam serta pada waktu pemasukan air baru atau sekurang-kurangnya setiap 10 hari sekali. Dosis pemakaian TON adalah 25 g/100m2.

VI. Manajemen Kesehatan.
Pada dasarnya, anakan lele yang dipelihara tidak akan sakit jika mempunyai ketahanan tubuh yang tinggi. Anakan lele menjadi sakit lebih banyak disebabkan oleh kondisi lingkungan (air) yang jelek. Kondisi air yang jelek sangat mendorong tumbuhnya berbagai bibit penyakit baik yang berupa protozoa, jamur, bakteri dan lain-lain. Maka dalam menejemen kesehatan pembenihan lele, yang lebih penting dilakukan adalah penjagaan kondisi air dan pemberian nutrisi yang tinggi.
Dalam kedua hal itulah, peranan TON dan POC NASA sangat besar. Namun apabila anakan lele terlanjur terserang penyakit, dianjurkan untuk melakukan pengobatan yang sesuai. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa, bakteri dan jamur dapat diobati dengan formalin, larutan PK (Kalium Permanganat) atau garam dapur. Penggunaan obat tersebut haruslah hati-hati dan dosis yang digunakan juga harus sesuai.

I. Pendahuluan.
Lele merupakan jenis ikan yang digemari masyarakat, dengan rasa yang lezat, daging empuk, duri teratur dan dapat disajikan dalam berbagai macam menu masakan.
PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) membantu petani lele dengan paket produk dan teknologi.

II. Pembenihan Lele.
Adalah budidaya lele untuk menghasilkan benih sampai berukuran tertentu dengan cara mengawinkan induk jantan dan betina pada kolam-kolam khusus pemijahan. Pembenihan lele mempunyai prospek yang bagus dengan tingginya konsumsi lele serta banyaknya usaha pembesaran lele.

III. Sistem Budidaya.
Terdapat 3 sistem pembenihan yang dikenal, yaitu :
1. Sistem Massal. Dilakukan dengan menempatkan lele jantan dan betina dalam satu kolam dengan perbandingan tertentu. Pada sistem ini induk jantan secara leluasa mencari pasangannya untuk diajak kawin dalam sarang pemijahan, sehingga sangat tergantung pada keaktifan induk jantan mencari pasangannya.
2. Sistem Pasangan. Dilakukan dengan menempatkan induk jantan dan betina pada satu kolam khusus. Keberhasilannya ditentukan oleh ketepatan menentukan pasangan yang cocok antara kedua induk.
3. Pembenihan Sistem Suntik (Hyphofisasi).
Dilakukan dengan merangsang lele untuk memijah atau terjadi ovulasi dengan suntikan ekstrak kelenjar Hyphofise, yang terdapat di sebelah bawah otak besar. Untuk keperluan ini harus ada ikan sebagai donor kelenjar Hyphofise yang juga harus dari jenis lele.

IV. Tahap Proses Budidaya.
A. Pembuatan Kolam.
Ada dua macam/tipe kolam, yaitu bak dan kubangan (kolam galian). Pemilihan tipe kolam tersebut sebaiknya disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Secara teknis baik pada tipe bak maupun tipe galian, pembenihan lele harus mempunyai :
Kolam tandon. Mendapatkan masukan air langsung dari luar/sumber air. Berfungsi untuk pengendapan lumpur, persediaan air, dan penumbuhan plankton. Kolam tandon ini merupakan sumber air untuk kolam yang lain.
Kolam pemeliharaan induk. Induk jantan dan bertina selama masa pematangan telur dipelihara pada kolam tersendiri yang sekaligus sebagai tempat pematangan sel telur dan sel sperma.
Kolam Pemijahan. Tempat perkawinan induk jantan dan betina. Pada kolam ini harus tersedia sarang pemijahan dari ijuk, batu bata, bambu dan lain-lain sebagai tempat hubungan induk jantan dan betina.
Kolam Pendederan. Berfungsi untuk membesarkan anakan yang telah menetas dan telah berumur 3-4 hari. Pemindahan dilakukan pada umur tersebut karena anakan mulai memerlukan pakan, yang sebelumnya masih menggunakan cadangan kuning telur induk dalam saluran pencernaannya.

B. Pemilihan Induk
Induk jantan mempunyai tanda :
- tulang kepala berbentuk pipih
- warna lebih gelap
- gerakannya lebih lincah
- perut ramping tidak terlihat lebih besar daripada punggung
- alat kelaminnya berbentuk runcing.
Induk betina bertanda :
- tulang kepala berbentuk cembung
- warna badan lebih cerah
- gerakan lamban
- perut mengembang lebih besar daripada punggung alat kelamin berbentuk bulat.

C. Persiapan Lahan.
Proses pengolahan lahan (pada kolam tanah) meliputi :
- Pengeringan. Untuk membersihkan kolam dan mematikan berbagai bibit penyakit.
- Pengapuran. Dilakukan dengan kapur Dolomit atau Zeolit dosis 60 gr/m2 untuk mengembalikan keasaman tanah dan mematikan bibit penyakit yang tidak mati oleh pengeringan.
- Perlakuan TON (Tambak Organik Nusantara). untuk menetralkan berbagai racun dan gas berbahaya hasil pembusukan bahan organik sisa budidaya sebelumnya dengan dosis 5 botol TON/ha atau 25 gr (2 sendok makan)/100m2. Penambahan pupuk kandang juga dapat dilakukan untuk menambah kesuburan lahan.
- Pemasukan Air. Dilakukan secara bertahap, mula-mula setinggi 30 cm dan dibiarkan selama 3-4 hari untuk menumbuhkan plankton sebagai pakan alami lele.
Pada tipe kolam berupa bak, persiapan kolam yang dapat dilakukan adalah :
- Pembersihan bak dari kotoran/sisa pembenihan sebelumnya.
- Penjemuran bak agar kering dan bibit penyakit mati.
Pemasukan air fapat langsung penuh dan segera diberi perlakuan TON dengan dosis sama

D. Pemijahan.
Pemijahan adalah proses pertemuan induk jantan dan betina untuk mengeluarkan sel telur dan sel sperma. Tanda induk jantan siap kawin yaitu alat kelamin berwarna merah. Induk betina tandanya sel telur berwarna kuning (jika belum matang berwarna hijau). Sel telur yang telah dibuahi menempel pada sarang dan dalam waktu 24 jam akan menetas menjadi anakan lele.

E. Pemindahan.
Cara pemindahan :
- kurangi air di sarang pemijahan sampai tinggi air 10-20 cm.
- siapkan tempat penampungan dengan baskom atau ember yang diisi dengan air di sarang.
- samakan suhu pada kedua kolam
- pindahkan benih dari sarang ke wadah penampungan dengan cawan atau piring.
- pindahkan benih dari penampungan ke kolam pendederan dengan hati-hati pada malam hari, karena masih rentan terhadap tingginya suhu air.

F. Pendederan.
Adalah pembesaran hingga berukuran siap jual, yaitu 5 - 7 cm, 7 - 9 cm dan 9 - 12 cm dengan harga berbeda. Kolam pendederan permukaannya diberi pelindung berupa enceng gondok atau penutup dari plastik untuk menghindari naiknya suhu air yang menyebabkan lele mudah stress.
Pemberian pakan mulai dilakukan sejak anakan lele dipindahkan ke kolam pendederan ini.

V. Manajemen Pakan.
Pakan anakan lele berupa :
- pakan alami berupa plankton, jentik-jentik, kutu air dan cacing kecil (paling baik) dikonsumsi pada umur di bawah 3 - 4 hari.
- Pakan buatan untuk umur diatas 3 - 4 hari. Kandungan nutrisi harus tinggi, terutama kadar proteinnya.
- Untuk menambah nutrisi pakan, setiap pemberian pakan buatan dicampur dengan POC NASA dengan dosis 1 - 2 cc/kg pakan (dicampur air secukupnya), untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tubuh karena mengandung berbagai unsur mineral penting, protein dan vitamin dalam jumlah yang optimal.

VI. Manajemen Air.
Ukuran kualitas air dapat dinilai secara fisik :
- air harus bersih
- berwarna hijau cerah
- kecerahan/transparansi sedang (30 - 40 cm).

Ukuran kualitas air secara kimia :
- bebas senyawa beracun seperti amoniak
- mempunyai suhu optimal (22 - 26 0C).

Untuk menjaga kualitas air agar selalu dalam keadaan yang optimal, pemberian pupuk TON sangat diperlukan. TON yang mengandung unsur-unsur mineral penting, lemak, protein, karbohidrat dan asam humat mampu menumbuhkan dan menyuburkan pakan alami yang berupa plankton dan jenis cacing-cacingan, menetralkan senyawa beracun dan menciptakan ekosistem kolam yang seimbang. Perlakuan TON dilakukan pada saat oleh lahan dengan cara dilarutkan dan di siramkan pada permukaan tanah kolam serta pada waktu pemasukan air baru atau sekurang-kurangnya setiap 10 hari sekali. Dosis pemakaian TON adalah 25 g/100m2.

VI. Manajemen Kesehatan.
Pada dasarnya, anakan lele yang dipelihara tidak akan sakit jika mempunyai ketahanan tubuh yang tinggi. Anakan lele menjadi sakit lebih banyak disebabkan oleh kondisi lingkungan (air) yang jelek. Kondisi air yang jelek sangat mendorong tumbuhnya berbagai bibit penyakit baik yang berupa protozoa, jamur, bakteri dan lain-lain. Maka dalam menejemen kesehatan pembenihan lele, yang lebih penting dilakukan adalah penjagaan kondisi air dan pemberian nutrisi yang tinggi.
Dalam kedua hal itulah, peranan TON dan POC NASA sangat besar. Namun apabila anakan lele terlanjur terserang penyakit, dianjurkan untuk melakukan pengobatan yang sesuai. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa, bakteri dan jamur dapat diobati dengan formalin, larutan PK (Kalium Permanganat) atau garam dapur. Penggunaan obat tersebut haruslah hati-hati dan dosis yang digunakan juga harus sesuai.

Kamis, 09 April 2009

PELESTARIAN TRUMBU KARANG

PENDAHULUAN


Terumbu karang adalah salah satu ekosistem dasar laut dangkal yang mempunyai keanekagaman hayati cukup tinggi. Terumbu karang disusun oleh hermatypic coral, yaitu sejenis karang yang mampu membuat bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat (CaCO3) yang sangat kuat, sehingga koloni karang tersebut mampu menahan gaya gelombang air laut. Selain hermatypic coral tersebut di atas, terdapat juga biota lain yang berperan dalam proses pembentukan terumbu karang, namun dalam skala kecil.

Kemampuan hermatypic coral dalam pembentu-kan bangunan kapur tidak terlepas dari proses hidup organisme tersebut. Hermatypic coral bersimbiose dengan algae simbion (zooxanthellae) yang tumbuh di dalam jaringan polip. Alga tersebut memegang peranan penting dalam menstimulasi produksi kapur sehingga karang dapat tumbuh dan terumbu berkembang lebih luas.

Dalam perkembangannya, alga simbion membutuh-kan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, jenis karang tersebut umumnya hidup dan berkembang dengan baik di perairan pantai/ laut yang jernih dengan suhu 18 – 40 oC (optimal 23 – 25oC) dan salinitas 30-36‰ serta kedalaman < 50 m (optimal 25 m) dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan. Perairan laut yang keruh karena pencemaran dan sedimentasi dari daratan, dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan atau ketahanan hidup karang serta dapat mengancam kelestarian ekosistem terumbu karang.




POTENSI DAN KONDISI PERIKANAN TERUMBU KARANG SAAT INI


Terumbu karang sangat potensial dikembangkan sebagai tempat budidaya dan tempat penangkapan berbagai jenis biota perikanan seperti:
- Rumput laut;
- Spon, kerang, siput dan karang lunak;
- Udang, lobster, dan kepiting;
- Cacing laut, teripang, bulu babi, dan bintang laut;
- Ikan karang konsumsi (kerapu, ekor kuning, kakap kuning, dan kakap merah);
- Ikan karang hias (kepe-kepe, napoleon, bidadari, kakatua, botana, dan ikan giru);
- Ikan karang lain (buntal, pari, dan lepu ayam);
- Kuda laut, dan belut murai;
- Reptil (penyu sisik) dan mamalia laut (ikan duyung).

Kondisi terumbu karang Indonesia saat ini sebagian besar mengalami kerusakan. Hasil survey Program Rehabilitasi Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP – Coral Reef Rehabilitation and Management Program) LIPI menunjukkan bahwa terumbu karang yang benar – benar sangat baik hanya 6,49% sedangkan selebihnya dalam kondisi sangat buruk (40,62%) sedang (28,61%) dan baik (24,28%).





FUNGSI, MANFAAT & NILAI TERUMBU KARANG


1. Fungsi
 Pelindung pantai dari gelombang dan badai;
 Tempat hidup dan berkembang biak ikan karang;
 Tempat perlindungan ikan karang yang berukuran lebih kecil dari pemangsaan ikan karang lainnya;
 Penghasil bahan – bahan organik, tempat mencari makan, tempat tinggal dan penyamaran bagi komunitas ikan.

2. Manfaat
 Perikanan, baik budidaya maupun penangkapan;
 Sumber makanan;
 Bahan obat – obatan;
 Bahan baku berbagai industri;
 Pendidikan dan riset;
 Kawasan konservasi laut.

3. Nilai
 Obyek wisata bahari;
 Menghasilkan produk perikanan US$ 15.000/ tahun;
 Menghemat biaya perlindungan pantai sebesar US$ 193.000;
 Mempunyai potensi pariwisata US$ 13.000 sampai 500.000.




PENYEBAB KERUSAKAN TERUMBU KARANG


Seiring dengan perkembangan teknologi dalam usaha penangkapan ikan di laut, termasuk ikan karang menyebabkan variasi keragaman alat tangkap semakin banyak dengan teknik operasional yang berbeda – beda.
 Pengoperasian jenis alat tangkap tertentu sering didahului dengan pengeboman sehingga menyebab-kan kerusakan pada terumbu karang sebagai habitat ikan karang serta biota karang lainnya.
 Pengeboman dengan bahan peledak berbobot 0,5 kg saja dapat merusak terumbu karang hingga radius 3 m. Sementara efek pengeboman pada radius 10 m, ikan karang akan mengalami kematian. Ikan yang terkena bom ledakan hanya 40% yang mengapung dan 60% lainnya tenggelam.
 Penggunaan racun sianida sianida (potas) dan jenis lainnya dalam penangkapan ikan karang juga sebagai penghancur terumbu karang, dimana pada konsentrasi 4 ppm terumbu karang akan memutih. Inilah yang menyebabkan produksi ikan – ikan karang semakin menurun serta ikan yang tertangkap dengan meng-gunakan potas tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Selain pengeboman dan peng-gunaan racun sianida, kerusakan terumbu karang juga disebabkan oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1. Gangguan Alamiah:
- Gunung Api;
- Gempa Bumi;
- Tsunami;
- Pemangsa; dan
- Perubahan iklim secara global.
2. Gangguan Manusia:
- Tangkap lebih (overfishing);
- Penambangan/ penggalian batu karang;
- Pencemaran dan Sedimentasi;
- Pariwisata/ ekoturisme; serta
- Pengerukan, pengurungan & pembangunan pantai.
UPAYA PELESTARIAN


Dengan kondisi terumbu karang seperti saat ini, menyebabkan produksi ikan dari hasil tangkapan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Untuk mengatasi hal tersebut, maka langkah yang kita lakukan adalah turut memelihara kelestarian terumbu karang, antara lain dengan:

1. Tidak melakukan pengambilan terumbu karang dengan alasan apa pun;
2. Tidak melakukan pengeboman dan penggunaan potas ataupun jenis bahan kimia lain yang dapat mengancam kelestarian ekosistem terumbu karang;
3. Tidak menggunakan alat tangkap yang dapat merusak terumbu karang seperti trawl dan sejenisnya;
4. Tidak melakukan penangkapan ikan secara berlebihan;
5. Tidak membuang sampah dan atau limbah di laut maupun sungai yang bermuara ke laut karena hal ini dapat menimbulkan pencemaran dan penimbunan sedimen di perairan terutama ekosistem terumbu karang.

Masalah Keselamatan Pelayaran

Pendahuluan
Keselamatan pelayaran dibagi/dipecah dalam pengertian keselamatan kapal dan keselamatan navigasi. Topik keselamatan ini tidak dibatasi oleh pengertian nasional (no national boundaries) lebih dari bidang apapun dalam hukum maritim yang memang sudah jelas dipengaruhi hukum internasional yang bersumber pula pada konvensi-konvensi yang dihasilkan oleh badan-badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa ataupun perjanjian-perjanjian yang disepakati bersama (treaty, dll); maka pengaturan mengenai keselamatan dan pengawasan ini didasarkan pada konvensi-konvensi yang dihasilkan oleh International Maritime Organization (IMO) dan International Labour Organization (ILO). Penting pula semua pembaharuan dan amandemen-amandemen konvensi-konvensi tersebut yang harus disesuaikan dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaan nasional.
Bagian II dari Maritime Legislation Project Indonesia sepenuhnya memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut di atas, walaupun hanya merupakan prinsip-prinsip utama. Dalam Undang-Undang No. 21 tahun 1992 yang masih berlaku hingga sekarang, keselamatan pelayaran diatur dalam Bab VII pasal 35 hingga pasal 44 dan pasal 55 hingga pasal 64 (tentang pengawakan kapal). Pengaturan telah disesuaikan dengan situasi nasional waktu itu. Penyesuaian-penyesuaian dengan situasi setempat ini dapat dianggap menimbulkan kontroversi terhadap situasi pelayaran internasional. Pada waktunya akan dibahas dan diperbandingkan segmen demi segmen. MCI nanti perlu mengajukan/mengusulkan kepada Pemerintah halhal perbaikan/revisi hingga mendapatkan suatu pengaturan keselamatan pelayaran secara keseluruhan yang dapat diterima sesuai dengan standar hukum internasional. Gambarannya dapat dilihat pada tabel 1. Dalam menjalankan peluang inilah sering terjadi hal-hal yang mungkin didasarkan pada situasi dan keadaan pada waktu pengaturan diterbitkan. Dengan perubahan situasi politik dan ekonomi, maka perlu pula diadakan perubahan-perubahan dan perbaikan sesuai tuntutan keadaan. Usulan-usulan tentang inilah yang perlu direkomendasikan oleh M.C.I kelak.
Dalam kertas kerja tahapan kedua akan ditinjau pasalpasal dalam UU No. 21/1992 atau pengaturan pelaksanaan yang perlu diubah.

Undang-undang yang berlaku
Konvensi-konvensi Internasional yang relevan
Perundang-undangan yang harus ada sebagai termaktub dalam buku bagian II Maritime Legislation Project
Undang-undang no. 21 tahun 1992 dan peraturan peraturan implementasinya
1. Solas (Convention for the Safety of Life at Sea) 1974 serta Protocol 1978 dan amandemen-amandmen tahun 1981/1983. Solas tidak berlaku untuk kapal ikan karena variasi desain dan operatornya yang berbeda dengan kapal lain
2. The International Convention for The Safety of Fishing Vessels 1979
3. Load Line Convention 1966
4. The International Maritime Dangerous Goods Code
5. The International Convention for Safe Containers 1972 (CSC)
6. The International Labour Organization (ILO) Instruments atau pengaturan-pengaturan yang dikeluarkan olehnya
Di dalam bagian II ini ditetapkan suatu kerangka komprehensif tentang standar dalam hal keselamatan dan pengawasan untuk pegangan pemerintah serta hak dan kewajiban industri perkapalan. Termaktub di sini prinsip-prinsip dasar dan memberikan peluang untuk mengatur aspek teknis dalam peraturan pemerintah dan kalau perlu dengan keputusan menteri.

Tabel 1. Perbandingan perundang-undangan

Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran
Peninjauan pasal-pasal dalam UU No.21/1992 yang mempunyai kemungkinan diimplementasikan sesuai situasi :
Bab VII: Perkapalan
Bagian Pertama
Judul : Kelaiklautan Kapal
Pasal 35 : Ayat (4) Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah serta dapat dilaksanakan oleh badan hukum Indonesia yang ditunjuk oleh Pemerintah (jelas hak dan kewajiban mutlak ditangan Pemerintah).
Pasal 36 : Ayat (1) Untuk keperluan persyaratan keselamatan, kapal- kapal ukuran tertentu dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan klasifikasi (di sini ada peluang untuk biro klasifikasi).
Ayat (2) Pengklasifikasian harus oleh badan hukum Indonesia yang ditetapkan oleh Pemerintah (wewenang tetap ada pada Pemerintah).
Pasal 38 : Pejabat Pemerintah yang berwenang diintrepretasikan sebagai syahbandar yang menimbulkan masalah status “syahbandar” dalam pelaksanaan UU tentang otonomi daerah.
Pasal 39 : Ayat (1) Berdasarkan pertimbangan kondisi geografi dan meteorologi, ditetapkan daerah pelayaran tertentu (masalah dengan pertimbangan
Pasal 42 : pasal ini membuka peluang untuk dispensasi , yang perlu ada jaminan pengertian kelaiklautan sebuah kapal.
Bagian Kedua
Judul : Peti Kemas

Peninjauan Paralel terhadap Pasal-Pasal dalam Bagian Kedua “Safety and Manning Maritime Legislation Project Indonesia”
Article 3 : Ayat (2) Undang-undang tidak berlaku untuk kapal perang atau kapal-kapal yang dimiliki ataupun dioperasikan oleh negara asing selama periode dipergunakan hanya untuk keperluan pemerintah dalam pelayaran non komersial (hal ini tidak ada dalam UU No.21/1992).
Article 4 : Exemption Paralel pasal 42 UU No.21/1992. Ditekankan dalam article 4 ini pengecualian ataupun penyimpangan dari ketentuan-ketentuan keselamatan pelayaran hanya boleh terjadi apabila tetap dipenuhi kondisi-kondisi yang diperlukan untuk keselamatan kapal, keselamatan ,kesehatan dan kesejahteraan dari awak kapal dan perlindungan hidup dan kepemilikan di laut, serta perlindungan dan kelestarian lingkungan laut (maritime environment).



Pengawakan kapal (MANNING)
1978 :International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping of Seafarers (STCW) pertama kali diterima dalam suatu konferensi yang diadakan oleh IMO.
28 April 1984 : STCW mulai berlaku. Secara singkat termaktub dalam konvensi ini persyaratan minimum untuk pelatihan, kualifikasi dan pelayanan pelayaran untuk master deck officers, engineer officers, radio officers yang harus dipenuhi sebelum suatu pemerintah dapat mengeluarkan sertifikat keahlian sesuai konvensi, juga prinsip-prinsip dasar untuk pengamatan geladak dan mesin. Suatu negara tentunya diperbolehkan untuk menetapkan standar yang lebih tinggi.
1995 : Amandemen STCW

Ruang lingkupnya semua kapal kecuali kapal perang dan di ruang lingkup angkatan laut (naval auxiliary ships), kapal milik pemerintah dalam pelayaran non komersial, kapal ikan, kapal wisata (yachts) dan kapal kayu yang dibangun dengan cara primitif.
Kelonggaran-kelonggaran tertentu terhadap persyaratanpersyaratan konvensi diperbolehkan dengan pertimbanganpertimbangan efisiensi dan fleksibilitas. Namun tingkat pelayanan pelayaran (seagoing service) harus sedemikian rupa sehingga navigational dan technical handling sebuah kapal dan muatannya harus mencapai tingkat persyaratan keselamatan yang sekurang-kurangnya sama dengan persyaratan dalam konvensi.

Pengaturan dalam Bagian II dari Maritime Legislation Project Indonesia
Mengandung seluruh prinsip-prinsip dasar sebagai suatu pengaturan framework law; yaitu pengaturan yang memberi keleluasan pengaturan teknis untuk diatur dalam Peraturan Pemerintah atau Keputusan Menteri Perhubungan.
Pengaturan mencakup implementasi konvensi-konvensi sebagai berikut:
a) Solas 1974/1978-amandemen 1981, 1983, 1986
b) Land Lines Convention
c) ILO Convention No. 68 tentang permakanan dan katering untuk awak kapal No. 92 dan No. 133 tentang akomodasi untuk awak kapal, No. 13 tentang pencegahan kecelakaan selama bertugas untuk pelaut dan No. 152 tentang keselamatan kerja dan kesehatan pekerja galangan.
d) STV Convention (fishing vessel)
e) STCW Convention.
Pengaturan dalam bagian II MLP menekankan prinsip hukum
yang penting yaitu tidak dapat dibuatnya pengaturan
implementasi oleh suatu pemerintah tanpa ada ketentuan
dasar hukum yang jelas dalam undang-undang. Kalau prinsip
tersebut di atas dilaksanakan maka dapat dijalankan suatu
policy jangka panjang terhadap keselamatan dan pengawakan,
dan pada waktu bersamaan pemerintah dapat pula mengambil
keputusan-keputusan sewaktu-waktu (day to day) sebagai
implementasi policy tersebut. Kesimpulan : harus jelas
dasar hukum yang termaktub dalam undang-undang dan tidak
boleh dikurangi.
Sistem undang-undang harus sama atau mengikuti sistem
konvensi yang bersangkutan. Sehingga penyusunan undangundang
harus sebagai berikut :
1. General provision (definisi)
2.
a) Persyaratan tentang kapal (konstruksi, peralatan
dan akomodasi)
b) Survey dan sertifikat
3. Persyaratan tentang pengawakan :
a) Pendahuluan (STCW)
b) Tingkat pengawakan (Manning Levels)
c) Sertifikat dan pemeriksaan
d) Lain-lain
e) Keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan
f) Hak dan kewajiban pemilik, master dan pelaut.
g) Tentang berlakunya undang-undang.

PEMBENIHAN UDANG GALAH

LAPORAN TOPIK PERORANGAN



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan di Program Studi Manajeman Agribisnis Jurusan Budidaya Perairan


Oleh :
Kelompok
NEHEMIA LEOKUNA
NIM : K4 100 614



DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2009

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
PEMBENIHAN UDANG GALAH
(Macrobrachium )
Telah diuji pada tanggal….
Telah dinyatakan memenuhi syarat……..

Tim Penguji :
Ketua
Nehemia leokuna
NIP …………….





Anggota (DPA) Angota (penguji)


NEHEMIA LEOKUNA NEHEMIA LEOKUNA
NIP................................. NIP..................................





Mengesahkan : Menyetujui :


NEHEMIA LOEKUNA NEHEMIA LEOKUNA
NIP................................. NIP................................














DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
C. II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi
B. Pembenihan
C. Pendederan.
D. Pembesaran
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Instansi
B. Hasil Kegiatan PKL
1. Pembuatan Pakan Ikan
2. Analisa Proksimat
3. Uji Efisiensi Pakan
4. Pembahasan
1. Ulasan Hasil
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
C. DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN





DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proses Penepungan Bahan Baku dengan Mesin Disc Mill
Gambar 2. Proses Pencampuran dengan Mixer
Gambar 3. Grafik Tingkat Pertumbuhan Ikan Uji Coba
Gambar 4. Laboratorium Uji Efisiensi Pakan








BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Udang Galah ( Macrobrachium rosenbergii de man ) merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis tinggi. Selain mempunyai ukuran terbesar dibandingkan dengan udang air tawar lainnya juga memiliki nilai ekonomis penting karena sangat digemari konsumen baik di dalam maupun diluar negeri terutama di Jepang dan beberapa Negara Eropa. Oleh sebab itu Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan mencanangkan pada tahun 2003 udang galah menjadi salah satu andalan komoditas ekspor. Dengan demikian, permintaan pasarnya semakin meningkat, sedangkan penangkapan udang galah di alam semakin sulit, sehingga perlu dikembangkan usaha pembudidayaanya.

Prospek pengembangan budidaya udang galah diperkirakan lebih baik daripada ikan konsumsi dan jenis udang lainnya. Prediksi tersebut dilandasi oleh semakin tingginya tingkat konsumsi ikan (termasuk udang) perkapita pertahun penduduk dunia. Menurut FAO, sampai tahun 2010, pasar dunia masih kekurangan pasokan ikan (termasuk udang) sebesar 2 juta ton/tahun. Pasokan ikan sebesar itu tidak mungkin dipenuhi hanya dari hasil tangkapan alam, tetapi harus dipasok dari hasil budidaya.

Nilai tambah udang galah lainnya adalah waktu pemeliharaannya yang relative singkat, yakni 3-5 bulan dan tingkat produksinya yang tinggi, yakni 2-5 ton per hektar per siklus, tergantung dari padat tebar dan teknologi yang digunakan. Sementara itu, kelangsungan hidup udang galah mencapai 80 – 85 % atau tingkat kematiannya tidak lebih dari 20 %. ( Khairuman dan Khairul Amri, 2006 ).




Pengembangan budidaya udang galah di Indonesia meliputi semua lahan budidaya (kecuali laut), dari kolam, sawah (minapadi atau palawija) hingga tambak (air payau ). Oleh karena udang galah membutuhkan 2 media yang berbeda pada kegiatan pemijahan dan pembesarannya, maka kegiatan pembenihan dilakukan pada media air payau dan kegiatan pembesarannya dilakukan di media air tawar.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktik kerja lapangan ini mngenai pembenihan dan pembesaran udang galaah adalah :
1. Mahasiswa/i mampu menentukan induk udang galah yang matang gonad dan yang tidak.
2. Mahasiswa/i bisa mengetahui cara pemijahan udang galah tersebut.
3. Mahasiswa/i dapat mengetahui teknik pembenihan dan pembesaran udang galah di bak hacthery maupun ditambak.
4. Mahasiswa/i mengetahui dan mampu cara dan teknik pemanenan udang galah.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi
Udang galah termasuk famili Palamonidae dengan species Macrobrachium rosenbergii. Badan udang terdiri atas 3 bagian : kepala dan dada (cephalotorax), badan (abdomen), serta ekor (uropoda). Cephalotorax dibungkus oleh kulit keras, dibagian depan kepala terdapat tonjolan karapas yang bergerigi disebut rostrum pada bagian atas sebanyak 11 sampai 13 buah dan bagian bawah 8 sampai 14 buah. Pada udang jantan pasangan kaki jalan kedua tumbuh panjang dan cukup besar dapat mencapai 1,5 kali panjang badan, sedangkan pada betina relatif kecil.
Udang galah hidup pada 2 habitat, pada stadia larva hidup di air payau dan kembali ke air tawar pada stadia juwana hingga dewasa. Pada stadia larva perubahan metamorphose terjadi sebanyak 11 kali dan berlangsung selama 30 sampai dengan 35 hari. Udang galah bersifat omnivore, cenderung aktif pada malam hari ( Balai Budidaya Ikan Air Tawar Sukabumi, 2002).
B. Pembenihan
1. Seleksi Induk
Beberapa persyaratan induk untuk kegiatan pembenihan menurut Balai Budidaya Ikan Air Tawar Sukabumi adalah sebagai berikut :
 Ukuran induk betina diatas 40 gram dan jantan 50 gram.
 Jumlah telur cukup banyak
 Badan bersih, baik dari kotoran maupun organisme yang bersifat parasit.
 Umur induk antara 8 s/d 20 bulan.
 Memilih induk yang sudah matang telur untuk yang kedua kali dan seterusnya.
 Berasal dari udang yang pertumbuhannya cepat.


2. Pemeliharaan Induk
Induk dipelihara di kolam dengan kepadatan 4 ekor/m2, diberi pakan berupa pellet dengan kandungan protein 30 % sebanyak 5 % dari berat tubuh. Pada pemeliharaan induk ini, induk jantan dan betina sebaiknya dipelihara secara terpisah, baik dikolam maupun di bak beton dilengkapi dengan pintu pemasukkan dan pengeluaran dengan kedalaman 80 s/d 100 cm.
3. Pemijahan
Udang galah memijah sepanjang tahun, biasanya terjadi pada malam hari. Udang galah yang siap pijah dapat dilihat dari gonadnya dengan warna merah orange yang menyebar keseluruh bagian gonad sampai cephalotorax.
4. Penetasan
Setelah dilakukan pemijahan selama 21 hari, induk dipilih yang matang telur dengan warna telur abu-abu. Induk tersebut diberi perlakuan dengan larutan malachite green sebanyak 1,5 mg/l, dengan cara perendaman selama 25 menit. Bak penetasan yang digunakan berukuran (1x1x0,5) m3 dengan media air payau bersalinitas 3 s/d 5 ppt, padat penebaran induk 25 ekor per bak. Selama penetasan telur, induk diberi makanan berupa ketela rambat, singkong atau kentang dipotong-potong kecil. Hal ini untuk menghindari dampak negatif kualitas air. Pada suhu 28 s/d 300 C telur akan menetas dalam waktu 6 s/d 12 jam.
5. Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva udang galah dilakukan dalam bak bulat atau “conicle tank” dari fiberglass. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan tersebut antara lain kualitas air dan pemberian pakan. Ukuran pakan harus disesuaikan dengan bukaan mulut larva. Pada hari ketiga setelah menetas diberi pakan naupli “Artemia” dengan frekwensi 3 jam sekali. Pada hari ke sebelas diberi pakan artemia diselingi pakan buatan sampai menjadi post larva dengan frekwensi pemberian pakan 3 jam sekali.
Pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak 25 s/d 50% dan sebelumnya kotoran dibersihkan dengan cara disiphon. Salinitas media pemeliharaan larva dipertahankan 10 s/d 12 ppt. Setelah menjadi juwana salinitas media diturunkan secara bertahap menjadi 0 ppt kemudian juwana siap dipasarkan atau ditebar ke kolam untuk dibesarkan sampai ukuran konsumsi.
6. Penyakit
Penyakit merupakan salah satu faktor pembatas keberhasilan pembenihan udang galah. Penyakit yang biasa timbul adalah penyakit bakterial yang berasal dari air laut yaitu Vibrio sp, dengan ditandai semacam stress, fluorisensi pada larva yang mati dan terjadi kematian massal dalam waktu yang singkat. Untuk mencegah terjadinya serangan bakterian perlu adanya ”Chlorinisasi” media dan pengeringan fasilitas selama 7 hari. Jika sudah terserang, pengobatannya menggunakan antibiotik dengan dosis 11 s/d 13 ppm, dengan cara perendaman selama 3 hari.
C. Pendederan
1. Persiapan Kolam
Tempat yang lebih cocok untuk pendederan juvenil adalah kolam yang mempunyai dasar berpasir. Sebelum melakukan penearan, maka kolam harus dipersiapkan lebih dahulu yaitu meliputi pengeringan dasar kolam selama 2 – 3 hari (tergantung cuaca), perbaikan pematang serta pembuatan saluran tengah kolam atau kemalir. Sebagai tempat untuk berlindung, maka dapat dipasang “shelter” atau pelindung dari daun kelapa secukupnya. Selanjutnya kolam diisi air sampai mencapai kedalaman 0,75 – 1 m. Dua atau tiga hari setelah pengisian air, kolam sudah siap untuk ditebar juvenil.
2. Penebaran Juvenil
Penebaran juvenil sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari yaitu pada saat suhu tidak terlalu panas.
Hal ini untuk menghindarkan gangguan fisik (stress) yang diakibatkan oleh perubahan suhu yang besar secara tiba-tiba. Selain itu sebelum disebar juvenil harus diaklimatisasikan dahulu dengan air kolam tempat pendederan. Padat penebaran antaraa 35 – 50 ekor/m2 dengan berat rata-rata 0,012 – 0,016 gram/ekor.
3. Pemberian Pakan
Mengingat sampai saat ini belum tersedia pakan buatan secara khusus untuk udang galah, maka sementara ini dapat digunakan pakan buatan yang biasa diberikan untuk ikan. Jumlah yang diberikan sebanyak 10 – 15% dari berat total per hari, dalam 2 kali pemberian yaitu pada pagi dan sore hari. Kandungan protein pakan tersebut antara 20 – 30%. Oleh karena ukuran juvenil yang ditebar masih sangat kecil maka pakan harus dihancurkan dahulu dengan mesin penghancur atau dengan cara menambahkan air secukupnya. Selama pemeliharaan kondisi air dari saluran pemasukan sebaiknya dalam keadaan mengalir secara terus menerus.
4. Pemanenan
Bila pendederan sudah berumur 2 bulan, maka benih udang dapat dipanen. Untuk menghindari dari terik matahari, pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Selama 2 bulan periode pemeliharaan benih dapat mencapai ukuran 3 – 5 cm dengan berat 0,5 – 1,0 gram/ekor. Derajat kelangsungan hidup yang dapat dicapai dengan sistem pendederan tradisional ini sekitar 25 – 70%.

D. Pembesaran
1. Sarana dan Fasilitas
Jenis tanah yang cocok untuk pemeliharaan udang galah adalah tanah yang sedikit berlumpur dan tidak porous. Luas kolam yang digunakan dapat bervariasi antara 0,2 -1,0 Ha. Sebaiknya berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman kolam antara 0,5-1,0 m. dasar kolam harus rata dan dibuat kemalir (caren) secara diagonal dari saluran pemasukan sampai kesaluran pembuangan, hal ini untuk memudahkan pemanenan. Kualitas air yang masuk ke kolam harus baik dan bebas dari polusi.

2. Pengelolaan Kolam
Sebelum ditanami udang galah kolam sebaiknya dipersiapkan terlebih dahulu secara baik dengan cara :
• Kolam dikeringkan terlebih dahulu kemudian dicangkul untuk menggemburkan dan dibiarkan selama 3-5 hari
• Untuk memberantas hama dan penyakiy dasar kolam diberi kapur dengan dosis 50-100 gr/m², kapur dicampur dengan air kemudian disebarkan secara merata keseluruh permukaan dasar kolam dan dibiarkan selama 2-3 hari
• Kolam diisi air sampai mencapai kedalaman yang sudah ditentukan kemudian diberi pupuk organik berupa kotoran ayam sebanyak 500 gr/m² maksudnya untuk menumbuhkan pakan alami.

3. Teknik Pemeliharaan
Benih udang yang siap dipelihara di kolam adalah benih udang stadia juwana atau tokolan. Pemeliharaannya dapat dilakukan dengan dua cara :
a. Monokultur
Pemeliharaan secara monokultur adalah pemeliharaan udang di kolam tanpa dicampur dengan ikan lain. Padat penebaran sebanyak 5-10 ekor/m² bila pemberian pakan tidak intensif dan 20-30 ekor/m² dengan pemberian pakan secara intensif.
b. Polikurtur
Pemeliharaan secara polikurtur adalah pemeliharaan udang di kolam disatukan dengan ikan lainnya. Adapun yang dapat dibudidayakan dengan udang adalah ikan mola, ikan tawes, ikan nilem, dan ikan “big head”. Padat penebaran ikan 5-10 ekor/m² ukuran 5-8 cm. selama pemeliharaan dapat dilakukan pemupukan susus=lan setiap 2-3 minggu berupa urea 3-5 kg dan TSP 5-10 kg/Ha kolam.
4. Pemberian Pakan
Selain makanan alami selama pemeliharaan udang galah perlu dibarikan pakan tambahan berupa pelet udang dengan kadar protein 25-30 % karena makanan alami yang tersedia tergantung pada tingkat kesuburan perairan kolam. Pada pemeliharaan secara monokultur jumlah pakan tambahan yang diberikan mulai 20 % menurun sampai 5 % dari berat badan total populasi, dengan frekuensi pemberian 4-5 kali sehari, sedangkan pada pemeliharaan secara polikultur jumlah pakan tambahan yang diberikan mulai 6 % menurun sampai 3 % dari berat badan total populasi dengan frekuensi pemberian 4-5 kali sehari.

5. Pemanenan
Pemanenan udang galah dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a. Panen total
Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam secara total, sehingga produksi total dapat segera diketahui. Kerugian system ini adalah udang yang masih kecil ikut dipanen serta membuang air yang telah kaya dengan organisme dan mineral.
b. Panen selektif
Panen selektif dilakukan dengan menggunakan jaring tanpa harus mengeringkan kolam, yang tertangkap hanya udang ukuran tertentu saja. Pemanenan selanjutnya tergantung kepada tingkat pertumbuhan udang. Kerugian system ini adalah banyak membutuhkan tenaga dan bila ada ikan predator tidak dapat dibersihkan dari kolam.

6. Predator dan Penyakit
a. Predator
Predator pada pemeliharaan udang galah dikolam adalah beberapa jenis ikan seperti catfish (lele lokal) dan Snakehead, burung dan ular. Kepiting merupakan pengganggu juga karena hewan tersebut melubangi pematang kolam. Untuk mencegah masuknya hewan predator, pada saluran pemasukan air dipasang saringan dan disekeliling pematang dipasang net setinggi 60 cm.
b. Penyakit
Penyakit yang banyak menyerang udang galah adalah “Black spot” yaitu penyakit yang diakibatkan oleh bakteri dan kemudian diikuti oleh timbulnya jamur, penyakit ini dapat mengakibatkan kematian dan menurunnya mutu udang. Untuk pencegahan penyakit yang diakibatkan oleh bakteri. Ini digunakan obat antibacterial yang diberikan secara oral melalui pakan.

7. Kualitas Air
Timbulnya penyakit pada udang biasanya disebabkan oleh kualitas air pada kolam kurang baik. Hal ini biasanya diakibatkan oleh padat penebaran yang terlalu banyak, rendahnya kandungan oksigen, pengaruh suhu serta tingginya derajat keasaman (pH) sehingga dapat menimbulkan banyak kematian. Air yang dipakai dalam pembesaran udang galah di kolam sebaiknya bebas dari polusi dengan kandungan oksigen lebih dari 7 ml/l, suhu optimum 27-30ÂșC, derajat keasaman (pH) 7,0-8,5 dan kesadahan total antara 40-150 mg/l.



BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Instansi
Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) Karawang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di Lingkungan Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat.
BPBPLAPU Karawang berdiri pada tahun 1975 dengan nama Unit Pembinaan Budidaya Air Payau (UPBAP), kemudian berubah menjadi Balai Pengembangan Budidaya Air Payau (BPBAP) pada tahun 1998. Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 821.2/SK.860 G/Peg/2002 tanggal 2 Juli 2002 tentang alih tugas/alih jabatan di lingkungan Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, maka UPBAP berubah menjadi Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut , Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) dengan status eselon III.
Sebagai salah satu lembaga pengkajian, penerapan, dan pengembangan teknologi perikanan ikan laut dan air payau, maka BPBPLAPU Karawang memiliki Tugas Pokok dan Fungsi yang telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Barat nomor 45 tahun 2002 tentang tugas pokok, fungsi dan rincian tugas Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkungan Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat yaitu melaksanakan sebagian fungsi dinas di bidang pengembangan budidaya perikanan laut dan air payau.
Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) terletak di Jl. Raya Cipucuk No. 13-15, Dusun Sukamulya, Desa Pusakajaya Utara, Kecamatan Pedes , Kabupaten Karawang dengan ketinggian 1-2 meter diatas permukaan laut (dpl) pada surut rata-rata terendah. Instansi ini memiliki luas lahan 15 ha dengan rincian 12 ha merupakan lahan pertambakan dan 3 ha adalah lahan untuk perumahan dan perkantoran.



B. Hasil
Hasil yang diperoleh selama mahasiswa/i melaksanakan praktek di Balai Pengembangan dan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang (BPBPLAPU) tentang kegiatan budidaya udang galah (Macrobranchium rosenbergii) adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan Induk
• Pengadaan Induk
Induk yang digunakan oleh BPBPLAPU dalam kegiatan pembenihan berasal dari hasil kegiatan pembesaran.
• Seleksi Induk
Perbedaan :
- Jantan
 Bentuk tubuh bagian perut lebih ramping dan ukuran pleuronnya lebih pendek
 Letak kelamin terdapat dibaris pasangan kaki jalan kelima
 Bentuk dan ukuran kaki jalan ke dua sangat mencolok, yakni besar dan panjang mirip galah
- Betina
 Bagian tubuh tumbuh melebar dan pleuronnya agak memanjang
 Alat kelamin terdapat pada baris pasangan kaki jalan ketiga
 Pasangan kaki jalan ke dua lebih kecil dan tidak mencolok
• Pemeliharaan Induk
 Wadah : bak beton berbentuk persegi panjang berukuran 4 x 2,5 x 2 meter 3
 Ketinggian air : 30 cm
 Kadar salinitas : 12 ‰
 Pakan menggunakan : pellet dan kentang
2. Pemijahan
 Wadah pemijahan : bak beton persegi panjang, berukuran 4 x 2,5 x 2 meter 3
 Ketinggian air : 30 cm
 Kadar salinitas : 12 ‰
 Pakan menggunakan : pellet dan kentang
 Perbandingan induk : jantan dan betina (1 : 3 dan 2 : 5)

3. Penetasan Telur
 Wadah : bak beton yang berbentuk bulat
 Ukuran bak : tinggi 1 m, diameter 1
 Tinggi air : 30 cm
 Padat tebar induk : 9 ekor/bak
 Jumlah larva yang dihasilkan : 44.000 ekor/6 bak

4. Pemeliharaan Larva
 Wadah : bak beton berbentuk bulat
 Ukuran bak : tinggi 1 m, diameter 1
 Tinggi air : 60 cm
 Volume media pemeliharaan : 471 liter
 Kepadatan larva : 93 ekor/liter
 Pakan larva : naupli artemia

5. Pembesaran
• Wadah : Tambak berbentuk persegi panjang
• Luas Tambak : 0,25 ha
• Sistem pemeliharaan : polikultur dengan bandeng
• Sumber benih : Hatcheri di daerah Pengandaran, Ciamis.
Proses yang dilakukan selama kegiatan pembesaran adalah sebagai berikut :






a. Persiapan Tambak
Persiapan kolam pemeliharaan udang galah meliputi :
- Pengeringan kolam
- Perbaikan pematang, pengelolaan tanah dasar kolam dan pembuatan kamalir
- Pengapuran kolam yang bertujuan untuk sanitasi kolam dengan dosis 10-25 gram/m2
- Pemupukan sebanyak 100-250 grm/m2 dapat dilakukan bila udang hanya diberi sedikit makanan tambahan, tetapi bial makanan tambahan penuh diberikan, pemupukan kolam tidak perlu dilakukan
- Untuk mencegah hewan liar, pada saluran pemasukan dipasang saringan
- Penebaran benih dilakukan setelah 5-7 hari pengisian air kolam.
b. Penebaran Benih
Benih udang galah yang ditebarkan sebaiknya berukuran tokolan sup[aya lebih tahan dibandingan juvenil. Padat penebaran berumur 1-2 bulan, dengan masa pemeliharaan 3-5 bulan.
c. Makanan dan pemberian pakan
Selama pemeliharaan, udan galah di beri makanan tambahan berupa pellet ( 25% protein), dengan jumlah pakan sebanyak 5% dari berat total biomasa populasi udang bperhari. Frekuensi pemberiannya adalah 2 hari per hari, yaitu pada sore hari dan malam hari, karena pada waktu itu biasanya udang lebih aktif.
Untuk menentukan jumlah berat populasi udang yang ada yaitu dengan cara mengambil sedikit udang untuk sampel yang kemudian kita bisa mengetahui berat rata-ratanya. Berat rata-rata tadi dikalikan dengan jumlah udang yangdi perkirakan ada dalam kolam untuk mendapatkan jumlah berat seluruhnya. Jumlah pemberian (5%) per hari harus disesuaikan setiap 2 minggu sekali. Apabila semua dalam keadaan baik, untuk pertumbuhan udang kita bisa mengharapkan mortalitas hanya ± 5% per bulannya. Dengan demikian dapat diperkirakan jumlah udang yang dapat dipanen dengan mengurangi 5% tiap bulannya.
Makanan buatan dalam bentuk pellet dapat dipasaran, dapat pula dibuat sendiri dengan mencampurkan semua bahan yang diperlukan dan menghancurkannya dengan mesin penggiling.
d. Pemanenan
Setelah masa pemeliharaan 3-5 bulan udang dapat dipanen. Pada saat panen total ukuran udang bervariasi beratnya yaitu : 20-100 gram per ekor. Sistem pemanenan dapat juga dilakukan secara bertahap dimana hanya dipilih ukuran konsumsi (ukuran pasar). Pada tahap pertama dilakukan setelah dua bulan masa pemeliharaan (dari ukuran tokolan) dengan menggunakan jaring dan setiap bulan berikutnya. Produksi udang galah dapat mencapai 2-4 ton per ha. Teknik memanen yang paling murah adalah dengan mengeringakan kolam baik sebagian maupun menyeluruh. Biasanya apabila akan memanen seluruh udang maka kolam dikeringkan sama sekali, tetapi kalau akan memanen sebagian saja maka hanya sebagian air yang dibuang. Pada saat pemanenan sebaiknya dimasukkan air segar kedalam kolam melalui saluran air masuk. Selain itu panenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari dimana temperatur masih rendah. Air segar perlu dialirkan kedalam kolam untuk mencegah agar udang tidak mati kepanasan. Air dibuang melalui pusat saluran pembuangan dalam kolam sehingga semua udang akan mmengumpul didalam bak penangkap ataupun dalam saluran, kemudian ditangkap dengan menggunakan jaring kecil (serok). Setelah itu dimasukkan kedalam ember yang diisi es atau dalam kemasan ytang telah disiapkan dan dikirim kepasaran. Apabila dipanen seluruhnya maka kolam harus dikeringakan dan disiapkan lagi untuk pemeliharaan berikutnya.


e. Penanganan pasca panen
Udang yang telah dipanen, kemudian ditampung dalam waring yang dipasang pada tambak lain. Waring yang dipasang berjumlah 2 buah, hal ini untuk memudahkan dalam proses grading dan sortasi. Udang yang berukuran besar dan kecil, dipisahkan dalam waring yang berbeda. Pengangkutan udang dilakukan menggunakan wadah berupa box ( ice box ) dan udang disusun secara berlapis dengan es.




C. Pembahasan
Selama mahasiwa melaksanakan kegiatan praktek di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan Seleksi Induk
Induk udang galah yang digunakan untuk kegiatan pembenihan berasal dari hasil kegiatan pembesaran yang berlangsung di tambak. Kegiatan seleksi ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemanenan, yaitu pada saat penyortiran. Udang – udang yang sesuai dengan kriteria calon induk yang baik, kemudian dipisahkan. Dalam melakukan seleksi induk, kriteria yang diguanakan adalah sebagai berikut :
Jantan :
• Ukuran relatif besar yaitu bobot > 50 gram
• Organ lengkap
• Gerakan lincah
• Tidak cacat
Betina :
• Bobot minimal 40 gram
• Organ lengkap
• Gerakan lincah
• Tidak cacat
• Matang gonad ditandai dengan warna gonad yang cerah

2. Pemeliharaan Induk
Calon induk udang galah yang telah diseleksi kemudian dipelihara di dalam bak dengan tujuan untuk proses adaptasi dan proses pematangan gonad. Kegiatan pemeliharaan induk di BPBPLAPU dilakukan pada bak berbentuk persegi panjang berukuran 4 x 2,5 x 2 meter3 , dengan ketinggian air 30 cm. Bak dilengkapi selang aerasi dan shelter yang terbuat dari pipa PVC berukuran 3 inch. Tujuan penggunaan shelter ini adalah untuk tempat persembunyian. Sesuai dengan literatur, pemeliharaan induk jantan harus dipisahkan, akan tetapi di BPBPLAPU kegiatan pemeliharaan induk jantan dan betina disatukan.
3. Pemijahan
Sistem pemijahan yang dilakukan di BPBPLAPU merupakan pemijahan secara massal dan dilakukan pada 1 bak, yaitu bak pemeliharaan larva. Dengan demikian, ketika akan kegiatan pemijahan tidak dapat terkontrol dengan baik. Perbandingan jumlah induk jantan dan betina yang dipisahkan adalah 1 : 3 dan 2 : 5. Hal ini sesuai dengan sifat induk jantan yang dapat mampu membuahi induk betina lebih dari satu ekor. Selama kegiatan pemijahan, induk diberi pakan berupa kentang dengan tujuan untuk mencukupi nutrisi yang dibutuhkan oleh induk.
4. Penetasan Telur
Setelah waktu pemijahan berlangsung selama 21 hari, maka dilakukan seleksi induk-induk yang sedang mengerami telurnya. Induk-induk yang sedang mengerami telurnya kemudian dipisahkan ke dalam bak penetasan. Induk-induk dipisahkan berdasarkan warna telurnya, telur yang berwarna kuning cerah menunjukan bahwa telur tersebut berada pada awal pengeraman. Semakin gelap warna telur, yaitu abu-abu menandakan telur yang sudah siap menetas. Padat tebar induk pada bak penetasan adalah 9 ekor untuk bak bulat berdiameter 1 m, tinggi bak 1m, dan tinggi air 30 cm.
5. Pemeliharaan Larva
Setelah proses pengeraman, telur yang warnanya sudah gelap akan menetas dalam waktu 6 – 12 jam. Ketika terjadi proses penetasan, maka akan terlihat larva udang berenang di kolom air. Larva yang sudah menetas tidak langsung diambil, akan tetapi dibiarkan selama beberapa hari. Larva dapat dipindahkan kedalam bak pemeliharaan larva setelah berumur 3 – 4 hari. Proses pemindahan dilakukan dengan cara menyerok larva menggunakan seser halus secara perlahan-lahan. Proses pemeliharaan larva dilakukan pada bak berukuran sama dengan bak penetasan induk yaitu bak bulat berdiameter 1 m, tinggi 1m dan kedalaman air 60 cm. Air yang digunakan untuk kegiatan pemeliharaan memiliki salinitas 12 ppt dengan suhu yang dijaga agar tetap stabil. Bak pemeliharaan dilengkapi dengan selang aerasi dan heater.
Pakan yang diberikan kepada larva selama proses pemeliharaan adalah naupli artemia. Dosis kepadatan naupli artemia tidak ditentukan dan pemberiannya dilakukan secara perkiraan.
6. Pendederan
Kegiatan pembenihan udang galah yang dilakukan di BPBPLAPU masih tergolong kegiatan uji coba, sehingga belum sampai dalam proses pendederan.
7. Pembesaran
Kegiatan pembesaran udang galah di BPBPLAPU dilakukan dalam tambak. Tambak yang digunakan adalah tambak dengan konstruksi tanah dan salinitas air tambak sangat kecil, yaitu 2-3 ppt. Air yang digunakan untuk mengair tambak berasal dari sumur bor yang disedot menggunakan pompa. Sebelum tambak digunakan untuk kegiatan






BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Setelah mahasiswa melaksanakan kegiatan praktek di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Air Payau dan Udang, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Mahasiswa mengetahui kegiatan budidaya udang galah dari tahap pembenihan sampai pembesaran.
2. Kegiatan budidaya udang galah yang dilakukan di BPBPLAPU lebih ditekankan pada kegiatan pembesaran di tambak, dan kegiatan pembenihan masih terbatas pada kegiatan uji coba.
3. Sistem pembenihan udang galah dilakukan secara massal yaitu pada bak pemijahan yang diisi beberapa pasang induk jantan dan betina dengan perbandingan 1 : 3 atau 2 : 5.
4. Sistem pemeliharaan udang di tambak dilakukan secara polikultur dengan ikan bandeng

B. Saran
Saran yang dapat disampaikan setelah mahasiswa melaksanakan praktek di BPBPLAPU adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan pembenihan udang galah sebaiknya dilakukan secara terkontrol dengan cara memisahkan antara bak pemeliharaan dengan bak pemijahan, dengan demikian akan diketahui induk yang siap memijah dengan induk yang belum siap untuk dipijahkan.
2. Untuk mempelajari kegiatan budidaya udang galah memerlukan waktu yang lebih lama, sehingga untuk kegiatan praktek berikutnya sebaiknya alokasi waktu untuk praktek ditambah.